Website Desa: Penting Tapi Sering Terlupakan, Kenapa Ya?
|Halo, Sahabat DS!
Pernah nggak sih kamu iseng buka website sebuah desa—entah karena penasaran, lagi cari info wisata lokal, atau pengen tahu potensi UMKM-nya—eh, ternyata yang muncul cuma halaman kosong, berita terakhir tidak terupdate, dan banyak tautan yang broken?
Nah, jangan kaget. Fenomena website desa yang tidak aktif ini memang lumayan banyak terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Padahal, keberadaan website untuk sebuah desa itu penting banget, lho. Yuk, kita bahas bareng-bareng kenapa website desa bisa jadi aset strategis, sekaligus kenapa banyak yang akhirnya terbengkalai.

Kenapa Website Desa Itu Penting?
- Jendela
Informasi dan Transparansi Publik
Website desa seharusnya jadi pusat informasi warga: dari profil desa, peraturan, anggaran, hingga laporan kegiatan. Ini cara paling mudah dan efisien buat warganya tahu apa yang sedang dan akan dilakukan oleh perangkat desa. - Promosi
Potensi Lokal
Banyak desa di Indonesia punya kekayaan alam, budaya, dan produk lokal yang keren banget. Website bisa jadi panggung buat mempromosikan semua itu—mulai dari wisata, kerajinan tangan, hasil pertanian, sampai kuliner khas desa. - Akses
Digital untuk Pelayanan Publik
Lewat website, desa bisa menyediakan layanan administrasi yang lebih cepat dan transparan. Misalnya: pengajuan surat, cek data bantuan sosial, atau jadwal kegiatan masyarakat. Jadi warga nggak perlu bolak-balik ke balai desa cuma buat hal-hal sederhana.
Tapi Kenapa Banyak Website Desa Mati Suri?
Sayangnya, meskipun potensinya besar, banyak website desa berakhir seperti rumah kosong. Bahkan, ada contoh nyata: sebuah website desa dibuat tahun 2022, hanya aktif selama beberapa bulan saja, lalu tidak pernah diupdate lagi hingga akhirnya mati total. Padahal anggaran sudah dikeluarkan.
Kenapa bisa begini? Ini beberapa alasannya:
1. Ketiadaan SDM Digital
Banyak desa belum memiliki tenaga yang benar-benar kompeten untuk mengelola website. Operator hanya sekadar ditunjuk, tanpa pelatihan, tanpa motivasi, bahkan kadang tanpa pemahaman digital yang memadai.
2. Kurangnya Dukungan dari Pemangku Kepentingan Desa
Tak sedikit aparat desa yang menganggap website itu hanya proyek formalitas. Ada juga yang takut jika terlalu banyak informasi publik bisa membuka peluang kritik, sehingga mereka lebih memilih membiarkan website tidak aktif.
3. Minimnya Anggaran dan Perhatian
Digitalisasi belum dianggap prioritas. Jadi setelah website diluncurkan secara seremonial, tidak ada kelanjutan dalam bentuk anggaran operasional maupun pemeliharaan.
4. Biaya Desain Website Mahal, Tapi Tidak Berjalan
Beberapa desa mengeluarkan biaya besar untuk membuat website melalui konsultan atau vendor profesional. Desainnya bagus, tampilannya menarik. Tapi sayangnya, setelah selesai dibuat dan dipublikasikan, tidak ada yang menjalankan, tidak ada konten yang diperbarui, dan akhirnya tidak lagi diakses oleh siapapun. Rugi waktu, tenaga, dan dana.
Solusi: Gimana Biar Website Desa Bisa Aktif dan Bermanfaat?
- Pelatihan SDM Digital Desa: Harus ada pendampingan jangka panjang. Nggak cukup sekali pelatihan, lalu dilepas.
- Kolaborasi dengan Komunitas IT atau Kampus Lokal: Banyak mahasiswa atau relawan digital yang bisa bantu, asal desa terbuka untuk berkolaborasi.
- Komitmen Pemerintah Desa: Para pemangku desa harus sadar bahwa website bukan pelengkap, tapi jembatan komunikasi yang penting.
- Aktifkan Anak Muda Desa: Mereka bisa jadi admin, content creator, bahkan pengelola sosial media. Libatkan mereka sejak awal!

Penutup: Belajar dari yang Sudah Konsisten
Sebagai perbandingan, coba deh kamu buka website darustation.com. Website tersebut dikelola dengan baik, update, dan sudah berjalan lebih dari 10 tahun tanpa mati suri. Kontennya terus berkembang, tampilannya diperbaharui, dan tetap relevan dengan kebutuhan audiensnya. Ini bukti bahwa komitmen dan konsistensi jauh lebih penting daripada hanya tampil keren di awal.
Jadi, yuk mulai bangun kesadaran digital dari sekarang. Website desa bukan hanya soal teknologi, tapi tentang kepercayaan dan pelayanan publik. Jangan biarkan website hanya jadi pajangan mahal tanpa jiwa. (ds)