Warisan Engkong Sanen: Pengaruh Sosial dan Agama di Kampung Bulak Nangka
|Kisah ini berawal dari kenangan masa kecil saya yang tak terlupakan, saat saya baru berusia lima tahun. Pada waktu itu, saya mendengar cerita tentang seorang sosok yang sangat berpengaruh di Kampung Bulak Nangka, Desa Daru: Engkong Sanen. Beliau bukan hanya seorang pedagang ketan uli yang gigih, tetapi juga seorang pemimpin masyarakat, ulama, dan dermawan yang dihormati. Kebaikan hati Engkong Sanen serta kontribusinya dalam perkembangan agama dan sosial di desa ini menjadikannya panutan bagi banyak orang.
Perjuangan Hidup Engkong Sanen
Engkong Sanen memulai perjalanan hidupnya sebagai pedagang ketan uli, menjajakan dagangannya ke Jakarta dengan menumpang kereta api berbahan bakar batubara. Kereta yang berhenti di pos kecil di Daru menjadi sarana bagi warga setempat untuk mencari penghidupan di kota besar. Dengan kerja keras dan ketekunan, Engkong Sanen berhasil meraih kesuksesan.
Dengan hasil dari berdagang, beliau membeli sebidang tanah yang kemudian dijadikannya lahan pertanian. Namun, tanah tersebut tidak hanya digunakan untuk kepentingan pribadi. Engkong Sanen mengelola sawah itu bersama warga sekitar, berbagi hasil panen secara adil. Sebagian padi diberikan kepada mereka yang membantu menggarap sawah, dan sebagian lagi disedekahkan kepada yang membutuhkan. Sikap murah hati ini mencerminkan ajaran Islam tentang berbagi rezeki dan gotong-royong, yang menjadi teladan hidup bagi masyarakat setempat.
Makna Nama Sanen dan Jatrut
Nama-nama dalam keluarga Engkong Sanen, yakni Sanen dan Jatrut, memiliki makna yang dalam dan mencerminkan kearifan lokal masyarakat Tangerang, Banten.
- Nama Sanen
Nama Sanen kemungkinan berasal dari kata “Senen” (Senin), sesuai dengan tradisi pemberian nama berdasarkan hari lahir. Lebih dari sekadar tradisi, nama ini mengandung makna filosofis yang mencerminkan sifat-sifat seperti kesederhanaan, keberkahan, dan ketulusan. Hal ini sangat selaras dengan karakter Engkong Sanen yang dikenal sebagai pribadi yang dermawan, rendah hati, dan selalu berusaha memberikan manfaat bagi sesama. - Nama Jatrut
Nama Jatrut, ayah dari Engkong Sanen, memiliki kesan yang unik dalam budaya lokal. Nama ini mungkin diberikan dengan doa agar pemiliknya menjadi sosok yang unggul dan bermanfaat bagi lingkungan sekitar. Tradisi pemberian nama yang sarat dengan doa ini mencerminkan nilai-nilai religius yang kuat dalam masyarakat Banten.
Sebutan “Eming” untuk Nenek
Di dalam keluarga kami, istri dari Engkong Sanen biasa dipanggil dengan sebutan “Eming.” Dengan pengucapan “e” tarling yang lebih lunak, panggilan ini mungkin terdengar berbeda dari yang biasa digunakan di daerah lain. Namun, panggilan ini memiliki makna yang mendalam dalam keluarga kami. Sebagai bagian dari tradisi masyarakat Tangerang yang dipengaruhi budaya Cina Benteng, “Eming” mencerminkan kedekatan emosional dan penghormatan kepada orang yang lebih tua. Walaupun asal-usul panggilan ini tidak diketahui secara pasti, “Eming” mengandung makna kasih sayang yang mempererat hubungan antar generasi dalam keluarga.
Peran Sosial dan Agama Engkong Sanen
Selain dikenal sebagai pedagang dan petani, Engkong Sanen juga seorang ulama yang dihormati. Beliau hafal Al-Qur’an dan sering menjadi imam di surau kecil dekat rumahnya. Surau tersebut bukan hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga pusat pembelajaran agama bagi masyarakat sekitar. Kehidupan Engkong Sanen sebagai ulama memberi contoh bagaimana iman dapat diterjemahkan dalam tindakan nyata untuk kebaikan masyarakat.
Keharmonisan budaya juga tercermin dalam penggunaan panggilan “Engkong,” yang berasal dari pengaruh komunitas Cina Benteng di sekitar Tangerang, memperkaya dinamika sosial di Kampung Bulak Nangka.
Penghormatan atas Jasa-Jasa Engkong Sanen
Sebagai bentuk penghormatan kepada jasa-jasa Engkong Sanen, nama beliau diabadikan sebagai nama jalan atau gang di Kampung Bulak Nangka. Jalan tersebut dulunya merupakan tanah milik beliau yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan umum. Penghormatan ini menjadi simbol nyata dari dedikasi Engkong Sanen yang selalu mengutamakan kepentingan masyarakat daripada kepentingan pribadi.
Keturunan dan Warisan Nilai-Nilai Engkong Sanen
Engkong Sanen dikaruniai tujuh anak kandung dan satu anak angkat, yaitu:
- Abdul Fatah (ayah penulis)
- Jamhari
- Abdul Rohim
- Juhro
- Abdul Gani
- Abdul Rahman
- Abdul Manaf
- Fatimah (anak angkat)
Saat ini, hanya Abdul Manaf dan Juhro yang masih hidup. Sebagai cucu langsung, saya, Mohamad Sobari bin Abdul Fatah bin Sanen bin Jatrut, merasa sangat bangga dapat melanjutkan kisah keluarga ini. Warisan nilai-nilai kebaikan dan pengorbanan yang ditanamkan oleh Engkong Sanen diharapkan tetap hidup dalam hati anak cucunya dan menjadi inspirasi bagi masyarakat Desa Daru.
Penutup: Inspirasi Sepanjang Masa
Kisah Engkong Sanen adalah teladan yang tak lekang oleh waktu tentang bagaimana kehidupan yang sederhana, penuh kerja keras, dan kemurahan hati dapat memberikan dampak besar bagi masyarakat. Semoga kita semua dapat meneladani semangat beliau dalam menjalankan agama dan membantu sesama. Kisah ini saya bagikan sebagai inspirasi bagi generasi mendatang, agar kita senantiasa diingatkan bahwa hidup sejatinya adalah tentang memberi manfaat bagi orang lain. Aamiin. (DS)
Catatan untuk Keluarga Besar Engkong Sanen:
Bagi keluarga besar Engkong Sanen yang ingin menambahkan data atau memperkaya cerita di artikel ini, Anda dipersilakan untuk memberikan komentar langsung pada artikel ini atau menghubungi melalui pesan di media sosial Instagram @darustation.