Transparansi, Partisipasi, Profit: Tiga Kunci Ekonomi Desa

🌱 Awal Baru: Peresmian Koperasi Merah Putih

Ketika sebuah desa meresmikan Koperasi Merah Putih, sebenarnya bukan hanya soal simbol atau acara seremonial. Ada pesan besar yang harus disosialisasikan kepada warga: koperasi bukan milik segelintir orang, melainkan wadah bersama untuk meningkatkan kesejahteraan.

Hal-hal yang perlu disosialisasikan:

  • Tujuan koperasi: menyejahterakan anggota, bukan sekadar mencari keuntungan.
  • Keanggotaan terbuka: siapa pun warga desa bisa bergabung, dengan hak suara yang sama.
  • Transparansi keuangan: laporan rutin, mekanisme pengawasan, dan keterlibatan anggota dalam rapat.
  • Program unggulan: misalnya simpan pinjam, pemasaran produk lokal, atau pengadaan kebutuhan pokok dengan harga terjangkau.
  • Peran warga: koperasi hanya hidup jika ada partisipasi aktif, bukan sekadar nama.

💼 BUMDes: Profit atau Tidak?

BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) adalah instrumen resmi pemerintah desa untuk menggerakkan ekonomi lokal. Pertanyaan klasik: apakah BUMDes harus profit?

  • Profit penting: agar usaha berkelanjutan, bisa menggaji karyawan, dan menambah PADes (Pendapatan Asli Desa).
  • Namun bukan satu-satunya tujuan: BUMDes juga berfungsi sosial, misalnya menyediakan layanan air bersih, pengelolaan sampah, atau pasar desa. Kadang usaha ini tidak menghasilkan profit besar, tapi memberi manfaat nyata bagi warga.
  • Kuncinya: keseimbangan antara misi sosial dan keberlanjutan finansial.

⚖️ Tantangan Menggerakkan BUMDes dan Koperasi

Jika desa baru mulai menggerakkan BUMDes dan koperasi sekaligus, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi:

  • Manajemen ganda: membedakan peran BUMDes (usaha desa resmi) dan koperasi (usaha warga bersama). Jangan sampai tumpang tindih.
  • Transparansi: karena keduanya mengelola dana publik/anggota, laporan keuangan harus jelas dan terbuka.
  • Partisipasi warga: tanpa dukungan masyarakat, usaha desa hanya jadi formalitas.
  • Profesionalisme: pengurus harus punya kapasitas manajerial, bukan sekadar kedekatan dengan kepala desa.
  • Kepercayaan: jika ketua BUMDes dan ketua koperasi adalah orang dekat kades, risiko munculnya persepsi “monopoli” atau “kelompok tertentu” sangat besar. Maka, penting ada mekanisme pengawasan independen.
  • Keterlibatan orang dekat kades: justru menjadi bukti nyata bahwa kinerja harus dijalankan secara profesional. Kedekatan tidak boleh menjadi alasan untuk mengabaikan transparansi, akuntabilitas, dan etika kerja.

📌 Koperasi Merah Putih sebagai Syarat Dana Desa Tahap II

Mulai tahun 2025, pencairan Dana Desa tahap II hanya bisa dilakukan jika desa telah mendirikan Koperasi Merah Putih. Ketentuan ini tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025 serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025 yang merevisi aturan sebelumnya. Artinya, keberadaan koperasi bukan hanya pilihan, tetapi menjadi syarat administratif sekaligus strategi pembangunan ekonomi desa.

📌 Catatan & Tanggapan Darustation

Koperasi Merah Putih dan BUMDes bisa jadi dua sayap ekonomi desa. Namun, keduanya hanya akan terbang jika:

  • Warga merasa memiliki, bukan sekadar penonton.
  • Transparansi dijaga, sehingga tidak ada kecurigaan.
  • Kepemimpinan dijalankan dengan etika, bukan sekadar kedekatan politik.
  • Keterlibatan orang-orang dekat kades dijadikan momentum untuk menunjukkan bahwa profesionalisme adalah standar utama dalam mengelola usaha desa.

Darustation menilai bahwa langkah pemerintah menjadikan koperasi sebagai syarat pencairan Dana Desa tahap II adalah strategi yang tepat untuk mendorong partisipasi warga. Namun, tantangan terbesar tetap ada pada integritas pengurus. Kedekatan dengan kepala desa tidak boleh menjadi celah bagi praktik monopoli, melainkan harus menjadi dorongan untuk membuktikan bahwa pengelolaan usaha desa bisa dilakukan secara profesional, transparan, dan akuntabel.

Dengan demikian, koperasi dan BUMDes bukan hanya instrumen ekonomi, tetapi juga cermin tata kelola desa yang sehat.

Kesimpulan: Ekonomi Desa Harus Berakar pada Etika dan Keterlibatan Warga

Koperasi Merah Putih dan BUMDes bukan sekadar program, melainkan fondasi baru bagi kemandirian ekonomi desa. Ketika keduanya dijalankan dengan transparansi, partisipasi aktif, dan orientasi keberlanjutan, maka desa tidak hanya tumbuh secara ekonomi, tetapi juga secara sosial dan kelembagaan.

Keterlibatan orang-orang dekat kepala desa bukanlah masalah jika dibarengi dengan profesionalisme, akuntabilitas, dan pengawasan terbuka. Justru di sinilah desa bisa menunjukkan bahwa kedekatan tidak menghalangi etika, melainkan memperkuat tanggung jawab.

Dengan koperasi sebagai syarat pencairan Dana Desa tahap II, pemerintah mendorong desa untuk membangun sistem ekonomi yang inklusif dan terstruktur. Maka, tantangan ke depan bukan hanya soal teknis pendirian, tetapi soal bagaimana membangun kepercayaan publik dan memastikan bahwa setiap warga merasa menjadi bagian dari perubahan.

Desa yang berhasil mengelola koperasi dan BUMDes secara profesional akan menjadi contoh bahwa ekonomi lokal bisa tumbuh dari akar gotong royong, etika kepemimpinan, dan semangat keterlibatan warga. (ds)

Add a Comment