Tokoh RT, Liburan, dan Jalan Lingkungan yang Terlupakan

Di sebuah sore yang agak mendung, saya duduk di beranda rumah sambil mendengar obrolan warga dari warung sebelah. Topiknya klasik tapi selalu menarik: seorang tokoh yang baru saja lolos ke parlemen ditanya warga soal “balas jasa”.
Ada dua usulan yang mencuat: tamasya bersama atau perbaikan jalan lingkungan.

Lalu muncul satu kalimat yang bikin saya tertegun:

“Liburan kan cuma sekali, Mas… kapan lagi senang-senang bareng warga?”

Iya sih, sekali. Tapi kalau jalan lingkungan rusak dan kita lewati tiap hari, bukankah malah kesialan yang terus-terusan datang?

Di titik ini saya jadi mikir panjang tentang peran tokoh masyarakat dan pengurus RT. Mereka itu sebenarnya bukan cuma pengatur jadwal ronda atau panitia 17-an. Mereka adalah penjaga arah masa depan kampung.

1. Ketika Popularitas Bertemu Prioritas

Saya paham betul, jadi pengurus RT itu berat. Kadang harus memilih antara “disukai” atau “dihargai”.

Saat warga pengen liburan padahal jalan bolong-bolong, pengurus RT sering ada di tengah dilema. Tapi justru di situlah peran mereka diuji: berani menyuarakan yang benar meski tak selalu populer.

Misalnya begini:

“Liburan itu menyenangkan, tapi kita lebih butuh jalan yang aman untuk anak-anak sekolah dan ibu-ibu yang bawa belanjaan. Yuk, kita dahulukan perbaikan jalan dulu. Liburannya kita rancang bareng tahun depan.”

Nggak semua langsung setuju. Tapi kalau dijelaskan dengan hati dan data, banyak kok warga yang bisa paham.

2. Edukasi Bukan Ceramah, Tapi Cerita yang Menyentuh

Warga sering ogah dengar ceramah. Tapi kalau diceritakan dengan gaya santai, dibumbui kisah nyata, dan dijelaskan manfaatnya, mereka akan lebih terbuka.

Misalnya:

“Ibu-ibu, tahu nggak, kemarin Bu Jannah jatuh pas antar anak ke sekolah karena jalan licin dan berlubang. Kita bisa cegah itu kalau jalan kita mulus.”

Dengan begitu, warga nggak merasa digurui. Mereka merasa diajak berpikir bareng.

3. Jalan Lingkungan, Jalan Pahala

Saya suka sekali kalau tokoh masyarakat atau ustadz setempat bisa menyambung urusan dunia ke urusan akhirat.

“Nambal jalan lingkungan itu juga ibadah. Rasulullah bilang, membuang duri dari jalan itu sedekah. Apalagi kalau kita memperbaiki jalan agar aman dilalui banyak orang. Bayangkan pahalanya ngalir tiap ada yang lewat!”

Kalimat seperti ini bisa bikin warga mikir dua kali sebelum memilih liburan.

4. Keseimbangan: Liburan Bisa Nanti, Perbaikan Jalan Lebih Mendesak

Jangan salah. Saya juga senang liburan. Tapi kita harus bisa bedakan mana yang butuh dan mana yang ingin.

Kalau pengurus RT bisa menjelaskan bahwa kebutuhan utama warga saat ini adalah kenyamanan dan keamanan jalan, bukan selfie bareng di tempat wisata, itu kemenangan besar.

Bahkan bisa ditambah usulan kreatif:

“Kita gotong royong bikin jalan dulu. Kalau sudah selesai, kita rayakan dengan syukuran kecil atau piknik hemat ke tempat dekat. Hemat dan bermanfaat.”

5. Transparansi Bikin Percaya

Warga lebih mudah diajak memilih hal yang benar kalau mereka tahu uangnya bakal digunakan dengan jujur dan tepat.

Jadi jangan cuma bilang, “Nanti kita perbaiki jalan.” Tapi juga kasih tahu:

  • Rencana pembelian material
  • Estimasi biaya
  • Rencana jadwal gotong royong

Kalau perlu, tempel infografis sederhana di papan pengumuman. Warga yang awalnya cuek bisa jadi paling depan bantuin.

Penutup: Mewakili yang Tak Bersuara

Jalan lingkungan memang nggak bisa bicara. Tapi setiap lubang di jalan adalah jeritan kecil yang minta ditambal. Dan setiap tetesan keringat warga yang melintasinya, adalah harapan akan perubahan.

Jadi kalau kamu seorang tokoh masyarakat, pengurus RT, atau warga yang peduli — ayo suarakan yang benar.
Bukan karena itu yang paling ramai disukai,
Tapi karena itu yang paling dalam dibutuhkan.

Karena pada akhirnya…

Pemimpin yang baik bukan yang membuat semua orang senang,
tapi yang membuat semua orang selamat.

Add a Comment