Tiga Bekal Sosial dalam Hidup: Dermawan, Qana’ah, dan Sabar

Masjid Istiqlal, Jakarta — Pada acara Qiyamullail rutin awal bulan di Masjid Istiqlal, H. Abu Hurairah Abd. Salam, Lc., MA., menyampaikan tausiyah mendalam seputar nilai sosial dan akhlak yang sangat penting untuk dimiliki oleh setiap Muslim dalam menjalani kehidupan: berinfak, merasa cukup (qana’ah), dan bersabar. Tiga sifat ini adalah anugerah luar biasa dari Allah bagi hamba-hamba-Nya yang beriman.

1. Berinfak dan Menahan Diri dari Sifat Meminta-minta

Dalam tausiyahnya, beliau mengutip salah satu hadis terkenal yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri, seorang sahabat Nabi yang berasal dari suku asli Madinah (Kaum Anshar). Nama aslinya adalah Sa’ad bin Malik bin Sinan, dan termasuk salah satu dari tujuh sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis.

Abu Sa’id Al-Khudri pernah menyampaikan sebuah hadis tentang kaum Anshar yang datang kepada Nabi ﷺ dan meminta sesuatu kepada beliau. Rasulullah pun memberikannya. Mereka datang lagi, dan Rasulullah tetap memberi, sampai tidak tersisa apa-apa lagi. Lalu Rasulullah ﷺ bersabda:

> “ما يكن عندي من خير فلن أدخره عنكم، ومن يستعفف يعفه الله، ومن يستغن يغنه الله، ومن يتصبر يصبره الله، وما أُعطي أحد عطاءً خيرًا وأوسع من الصبر.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

> Artinya: “Apa saja kebaikan yang aku miliki, tidak akan aku simpan untuk kalian. Barang siapa yang menahan diri (tidak meminta-minta), Allah akan menjaganya. Barang siapa yang merasa cukup, maka Allah akan mencukupinya. Dan barang siapa yang bersabar, maka Allah akan memberinya kesabaran. Dan tidaklah seseorang diberi sesuatu yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.”

Hadis ini menunjukkan kedermawanan Rasulullah, sekaligus nasihat akhlak untuk tidak membiasakan diri meminta-minta. Islam mengajarkan bahwa tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah. Infak dan sedekah menjadi jalan penyucian diri dan memperkuat keimanan.

2. Qana’ah: Merasa Cukup adalah Anugerah

H. Abu Hurairah menekankan bahwa merasa cukup merupakan salah satu nikmat terbesar dari Allah SWT. Tidak semua orang bisa merasa cukup meskipun memiliki banyak harta. Banyak kasus korupsi dan kezaliman bermula dari hati yang tidak pernah puas.

Rasulullah ﷺ pernah bersabda:

> “Barang siapa yang mencukupkan diri, maka Allah akan mencukupinya.”

Qana’ah (القناعة) dalam bahasa Arab adalah sikap batin yang menerima dengan ikhlas apa yang telah diberikan Allah, tanpa tamak terhadap milik orang lain.

Dengan qana’ah, seseorang mampu hidup tenang meskipun rezekinya pas-pasan. Inilah benteng terkuat dari ketamakan dan keserakahan.

3. Sabar: Anugerah yang Paling Luas dan Paling Berat

Sifat mulia ketiga adalah sabar, yang merupakan pemberian Allah yang sangat luas:

> وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ

> “Dan tidaklah seseorang diberi suatu pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.”

Definisi sabar (الصبر) adalah menahan diri untuk tetap taat kepada Allah, menahan diri dari maksiat, dan menerima takdir dengan penuh keikhlasan. Sabar adalah kekuatan spiritual yang harus dilatih, bukan bawaan lahir.

Tiga bentuk sabar yang dijelaskan oleh beliau:

1. Sabar dalam ketaatan (الصبر على الطاعة): Menjalankan shalat, puasa, zakat, dan haji dengan penuh keistiqamahan.

2. Sabar dalam meninggalkan maksiat (الصبر عن المعصية): Menahan diri dari ghibah, mencuri, korupsi, dan hal-hal yang diharamkan.

3. Sabar atas musibah (الصبر على البلاء): Ketika ditimpa sakit, kehilangan orang yang dicintai, atau musibah lainnya, seorang mukmin harus berserah diri kepada takdir Allah.

Sabar bukan berarti lemah atau pasrah, tetapi kekuatan untuk tetap berdiri dalam keimanan meski diterpa ujian.


Penutup: Bekal Sosial Seorang Muslim

Pada akhirnya, H. Abu Hurairah menegaskan bahwa:

Sifat dermawan seperti Rasulullah ﷺ harus ditanamkan sejak dini.

Qana’ah akan melindungi kita dari kerakusan dunia.

Sabar adalah kunci keberhasilan dalam menghadapi ujian hidup.

Ini adalah tiga bekal sosial yang harus kita tanam dalam keluarga, masyarakat, dan bangsa.

“Siapa yang diberi petunjuk, maka itu karena kehendak Allah. Dan siapa yang dibiarkan sesat, tidak ada yang dapat memberinya petunjuk kecuali dengan izin Allah.”
(Dalam bahasa Arab: “وَمَن يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ”)

Kita masih diberi umur, kesehatan, dan kesempatan untuk mengikuti petunjuk Allah, maka mari kita syukuri nikmat itu dengan memperbaiki akhlak dan memperkuat komitmen keimanan.

Add a Comment