Telekomunikasi Dan Penyiaran, Ada Apa Dengan Keduanya Di Negeri Kita ?

Tepatnya di Gedung Dewan Press, Jalan Kebun Sirih. Saya menuju ke lokasi pada jam 8.30 pagi di hari Rabu, 29 Juli 2015 yakni lebih cepat 30 menit sebelum acara dimulai. Ini dimaksudkan agar Saya dapat melihat lokasi didalam gedung yang hampir tiap kali lewat jalan tersebut hanya sekedar lewat saja tanpa pernah masuk kedalamnya. Acaranya yang akan diadakan adalah Seminar dan Peluncuran Buku ” Menegakkan Kedaulatan Telekomunikasi & Penyiaran Di Indonesia” yang dipersembahkan oleh Yayasan TIFA dan PR2Media (Pemantau Regulasi & Regulator Media).

Dari Kiri-Kanan : Bp Riant N, Mahfusz Siddiq, Bp.Rudiantara, Bp Moderator, Bp.Amir Effedi Siregar, Bp Bayu N dan Ibu Rahayu
Dari Kiri-Kanan : Bp Riant N, Mahfusz Siddiq, Bp.Rudiantara, Bp Moderator, Bp.Amir Effedi Siregar, Bp Bayu N dan Ibu Rahayu

Mengisi daftar hadir sebagai blogger yang sudah terdaftar oleh panitia dan melengkapi data-data lainnya serta menandatangani kehadiran. Selanjutnya pada sisi yang lain Saya menerima dua buah buku dengan judul, Media Terpenjara Bayang-Bayang Pemilik Dalam Pemberitaan Pemilu 2014 dan #Save RRI-TVRI. Selanjutnya masuk ke lokasi yang ternyata hanya baru beberapa orang saja yang hadir. Dan mendekati jam 9.00 saat akan dimulai acara, tampak Menteri Komunikasi Informasi (Menkoinfo), Bapak Rudiantara telah siap hadir tepat waktu dibarengi oleh pembicara yang lainnya seperti Politisi PKS Bapak Mahfusz Siddiq, selaku anggota DPR RI Komisi 1, Bapak Amir Effendi Siregar, selaku team penulis buku tersebut didampingi anggota team yang lainnya yakni Ibu Rahayu, Bapak Bayu Wahyono, Ibu Novi Kurnia dan Bapak E.Wendratama, selanjutnya yang paling terakhir hadir yakni Bapak Riant Nugroho, sebagai Ahli kebijakan publik. Melengkapi acara dimulai di sampaikan pembukaan oleh seorang pembawa acara dan moderator.

Ketua PR2Media, Bp.Amir Effendi Siregar
Ketua PR2Media, Bp.Amir Effendi Siregar

Pada kesempatan tersebut panitia membagikan beberapa lembar Rilis Pers sebagai kelengkapan dalam seminar tersebut agar para hadirin dapat melengkapi kesimpulan dari pembahasan mengenai Kedaulatan Telekomunikasi dan Penyiaran, yang dilakukan oleh PR2Media (Pemantau Regulasi dan Regulator Media) dengan Ketua Bapak Amir Effendi Siregar.

Telekomunikasi dan penyiaran adalah dua sektor strategis yang memiliki nilai sosial, ekonomi, dan politik sangat besar bagi sebuah bangsa. Namun, tiadanya penegakkan peraturan yang memadai membuat dua sektor itu belum memberikan nilai yang cukup bagi kedaulatan negara dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Di era konvergensi teknologi saat ini, dua sektor itu dangat berhubungan bahkan menyatu, tapi regulasi keduanya masih belum padu, bahkan secara paradigma berbeda. Dimana pada tahun 1999 terdapat UU Telekomunikasi No.36 yang dibuat di zaman deregulasi dan liberalisasi, yang menyebabkan pemodal asing dapat menjadi pemegang saham mayoritas yang mengendalikan perusahaan telekomunikasi. Sementara itu pada tahun 2002 lahir di zaman reformasi yakni UU Penyiaran No.32 sehingga undang-undang lebih demokratis dalam pengaturan kepemilikan. Menurut Amir Effendi Siregar, bahwa kedua undang-undang itu mempunyai perbedaan paradigmatik dalam mengatur kegiatan industri.

Komisi 1 DPR RI, Bp.Mahfusz Siddiq dan Menkoinfo, Bp.Rudiantara
Komisi 1 DPR RI, Bp.Mahfusz Siddiq dan Menkoinfo, Bp.Rudiantara

Pada kesempatan itu Bapak Rudiantara selaku Menkoinfo memaparkan tentang regulasi yang akan diterapkan nantinya yang berpihak kepada rakyat melalui Kabinet Kerja Jokowi dan sebagai penyeimbang tentunya dilengkapi oleh Bapak Mahfusz Siddiq, selaku anggota DPR RI Komisi 1. Sehingga acara seminar ini sangat lengkap dan tentunya semoga ada solusi terbaik untuk bangsa dan negara Indonesia.

Selanjutnya dari hasil penelitian PR2Media menunjukkan bahwa, sejak awal perkembangan telekomunikasi, pemerintah Indonesia kurang memperhatikan keberlanjutan kebijakan yang dibuatnya. Ketidaan blue print dan road map yang memadai untuk pembangunan berbagai sektor di telekomunikasi menjadi salah satu sebab utamanya.

Ketiadaan regulator independen telekomunikasi juga menyebabkan kerugian bagi negara dan warga, misalnya pengaturan bisnis yang tidak sehat dan tidak transparannya tarif. Lemahnya penegakkan aturan penyiaran juga menyebabkan siaran nasional yang Jakarta-sentris dan lemahnya penyiaran lokal di daerah.

Masyarakat juga cenderung hanya menjadi pasar untuk industri telekomunikasi dan internet, yang banyak dimiliki oleh pemain asing. Ketergantungan pada produk impor dan fokus pemerintah pada infrastruktur menyebabkan industri konten nasional tidak berkembang. Kurangnya perhatian pemerintaj terhadap industri konten menyebabkan content provider asing justru memenuhi saluran telekomunikasi nasional, termasuk internet, yang telah dibangun dengan susah payah. Para penyedia konten itu mendapatkan banyak keuntungan dari transaksi yang dilakukan, tapi negara tidak begitu menikmati tambahan devisa dari transaksi yang terjadi. Ke depan, menurut sejumlah informan riset, strategi telekomunikasi bisa fokus pada pemberdayaan, konten dan aplikasi lokal.

Bp.Riant Nugroho (pojok kiri), selaku Dosen Program Pasca Sarjana Fak.Ilmu  Administrasi UI dan Pengamat kebijakan Publik
Bp.Riant Nugroho (pojok kiri), selaku Dosen Program Pasca Sarjana Fak.Ilmu Administrasi UI dan Pengamat kebijakan Publik

Melengkapi pembahasan yang dilakukan oleh PR2Media, seorang pengamat kebijakkan publik, Bapak Dr. Riant Nugroho yang juga sebagai Dosen Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, juga melengkapi dengan menambahkan isu bijakan selain telekomunikasi dan penyiaran yakni isu ke tiga, kemandirian. Di sektor telekomunikasi, dari sisi perangkat, teknologi, sistem, dan konten Indonesia masih belum mandiri. Kajian independen yang pernah dilakukan beliau pada tahun 2014 menunjukkan, bahwa dari sisi jaringan tetap (9% dari pangsa pendapatan) hanya sekitar 15% dikuasai perusahaan non-Indonesia. Tetapi, jasa telekomunikasi (pendapatan “pulsa” dan “data” sekitar 43% dari pangsa pendapatan) sekitar 65% dikuasai perusahaan non-Indonesia, konten dan aplikasi 12% pangsa pendapatan) 95% dikuasu perusahaan non-Indonesia. Infrastuktur pendukung industri telekomunikasi (sekitar 7% dari pangsa pendapatan) 100% dikuasai perusahaan non-Indonesia, konten dan aplikasi 12% pangsa pendapatan) 95% dikuasai perusahaan non-Indonesia. Untuk terminal atau gadget (29% pangsa pendapatan) dikuasai industri non-Indonesia. Dalam hal penyiaran, kepemilikan tetap perusahaan nasional Indonesia, tetapi dari segi konten, diperkirakan 50%-55% adalah konten import. Produksi televisi sudah di Indonesia, dan pabrikan di Indonesia, meski dominasi merek non-Indonesia tetap tinggi, sekitar 65%-70%. Perubahan dari teknologi analog ke dijital akan mempengaruhi kualitas kemandirian industri penyiaran di Indonesia, dan perlu diperhatikan seberapa terlewati ambang batas kemandirian Indonesia.

Tak terasa waktu bergulir terus hingga menunjukkan waktu jam 11.30, dimana Bapak Rudiantara ingin berpamitan terlebih dahulu karena ada pertemuan seminar yang lain tetapi dengan cekatan Pak moderator memberikan kesempatan kepada hadirin peserta seminar untuk bertanya langsung ke Pak Menkoinfo dan juga ada satu pertanyaan di arahkan ke Bapak Mahfusz Siddiq dan juga satu pertanyaan ke Bapak Amir Effendi Siregar. Suasana seminar menjadi lebih semangat lagi dan Pak moderator manambah waktu 15 menit sehingga berakhir pada jam 12.15 yang juga diakhiri dengan memberikan buku kepada para pembicara dan para peserta serta ditutup dengam makan siang bersama.

Pemberian buku Menegakkan Kedaulatan Telekomunikasi & Penyiaran DiIndonesia
Pemberian buku Menegakkan Kedaulatan Telekomunikasi & Penyiaran DiIndonesia

Tantangan ke depan semakin banyak, seiring penerapan teknologi konvergensi. Empat group besar perusahaan penyiaran mulai mengelola bisnis telekomunikasi, sementara perusahaan telekomunikasi juga sudah menyediakan jasa penyiaran. Namun, regulasi yang memadai belum ada hingga saat ini. (Kutipan ringkasan dibagian belakang terakhir buku “Menegakkan Kedaulatan Telekomunikasi & Penyiaran Di Indonesia”).

Buku ''Kedaulatan Telekomunikasi & Informasi'' yang dibagikan kepada para peserta seminar.
Buku ”Kedaulatan Telekomunikasi & Informasi” yang dibagikan kepada para peserta seminar.

 

Add a Comment