Serial Kajian Sahabat: Menapak Jejak Abdullah bin Umar bin Khattab
|“Sahabat yang Paling Meneladani Rasulullah ﷺ”
📍 Masjid Nurul Iman, Blok M Square – Jakarta Selatan
🗓 Sabtu, 10 Mei 2025 / 12 Dzulqa’dah 1446 H
🎙 Ustadz Dr. Khalid Basalamah, Lc., MA.

🕌 Suasana Kajian: Ketika Ruhiyah Lebih Kuat dari Terik Siang
Sabtu siang itu, saya tiba di pelataran Masjid Nurul Iman, Blok M Square, sekitar pukul 12.10 WIB. Terik Jakarta yang menyengat tak sanggup membendung semangat para pencinta ilmu. Laki-laki, perempuan, tua-muda, sendirian maupun bersama keluarga — semua larut dalam satu tujuan: duduk di majelis ilmu.
Setelah adzan Dzuhur, jamaah merapatkan shaf. Shalat berjamaah mengawali pertemuan ruhiyah ini. Dan tepat pukul 12.30, Ustadz Khalid Basalamah memulai kajian dengan gaya khasnya: tegas namun lembut, ilmiah tapi menyentuh jiwa. Tema hari itu begitu istimewa — Abdullah bin Umar, sahabat yang hidupnya merupakan cerminan nyata cinta sejati kepada Rasulullah ﷺ.
🧔🏻 Abdullah bin Umar: Sosok Sahabat yang Paling Mirip Rasulullah ﷺ
Nama lengkapnya: Abdullah bin Umar bin Khattab Al-Adawi. Putra dari sang khalifah kedua, Umar bin Khattab, namun justru dikenal karena ketaatannya, bukan nasabnya.
Beliau memeluk Islam di usia belia, sekitar 13–14 tahun, dan menghabiskan masa mudanya di bawah bimbingan langsung Rasulullah ﷺ. Ustadz Khalid menggarisbawahi satu hal utama dari sosok ini:
“Abdullah bin Umar tidak sekadar mencintai Nabi, tapi ia hidup sebagai ‘salinan hidup’ beliau.”
Beliau meniru Nabi dalam setiap detail — dari cara berjalan, pakaian, posisi duduk, sampai rute perjalanan. Bahkan, beliau memutar arah jalannya jika tahu Rasulullah pernah lewat jalan itu. Cinta yang konkret. Cinta yang tidak basa-basi.
📖 Teladan yang Penuh Cinta: Meneladani Nabi Lahir dan Batin
Salah satu kisah yang membuat hati tergetar adalah ketika Abdullah bin Umar duduk di bawah sebuah pohon, hanya karena Rasulullah pernah duduk di sana. Ia tidak sedang mencari ketenaran atau pujian, tapi karena cintanya begitu dalam hingga tidak ingin kehilangan satu pun jejak Rasulullah.
“Kalau Nabi mengenakan burdah hijau, maka Abdullah pun mencari burdah hijau. Kalau Nabi mengikat serban ke belakang, ia lakukan hal yang sama,” ujar ustadz Khalid.
Mendengar itu, saya hanya bisa terdiam. Betapa kita hari ini sering kali berkata cinta Nabi, tapi pakaian, gaya bicara, bahkan sikap hidup kita jauh dari suri teladan beliau ﷺ.
📘 Ibadah yang Konsisten: Antara Tahajjud, Puasa, dan Kezuhudan
Ustadz Khalid kemudian menyingkap sisi ibadah Abdullah bin Umar yang mengagumkan. Qiyamul lail adalah rutinitasnya, bahkan saat dalam perjalanan. Ia juga rutin berpuasa sunnah, terutama Senin-Kamis dan Ayyamul Bidh.
Tapi yang paling menyentuh adalah kesederhanaannya. Meski berasal dari keluarga terpandang, ia memilih hidup zuhud. Tempat tidurnya biasa, bajunya sederhana. Ketika ditanya mengapa tidak aktif dalam politik setelah wafatnya Umar, ia menjawab tenang:
“Aku takut mempertanggungjawabkan kekuasaan itu di hadapan Allah.”
📗 Amanah dalam Ilmu: Penjaga Hadis yang Jujur dan Hati-hati
Abdullah bin Umar meriwayatkan lebih dari 2.600 hadis. Tapi yang menarik bukan jumlahnya — melainkan kehati-hatiannya. Ia enggan menyampaikan hadis jika tidak benar-benar yakin.
“Kalau semua orang seperti Ibnu Umar,” kata ustadz Khalid, “takkan ada hoaks dalam agama.”
Sebagai generasi digital yang dicekoki informasi setiap hari, pesan ini begitu relevan. Jangan sembarangan berbicara atas nama agama — tanpa ilmu, tanpa adab, tanpa kehati-hatian.
📙 Akhlak Sosial: Santun, Dermawan, dan Jauh dari Elite
Satu sisi lagi yang membuat Abdullah bin Umar begitu menginspirasi adalah akhlaknya terhadap masyarakat.
Ia dermawan, santun, dan tidak suka perdebatan. Ia pernah menolak jamuan pejabat hanya karena takut terlihat sebagai elite. Sebaliknya, ia lebih senang duduk makan bersama orang miskin dalam satu nampan.
“Aku lebih suka makan bersama tukang sapu daripada duduk dengan orang-orang sombong.”
Kata-kata yang sederhana, namun begitu dalam. Ia mengajarkan bahwa cinta Rasulullah juga bermakna mencintai manusia — tanpa sekat kasta, jabatan, atau status sosial.
🎤 Penutup yang Menggetarkan
Menjelang pukul 15.00, kajian ditutup dengan pesan reflektif dari ustadz Khalid:
“Kalau kita mengaku cinta Nabi, seberapa mirip hidup kita dengan hidup Nabi?”
Kalimat ini mengguncang jiwa. Kita terlalu sering mengucap “cinta”, tapi kehidupan kita sering jauh dari sunnah. Abdullah bin Umar bukan tipe yang banyak berkata-kata, tapi kehidupannya adalah cinta itu sendiri.
Doa yang dibacakan di akhir kajian membuat banyak mata sembab. “Ya Allah, wafatkan kami dalam keadaan mengikuti sunnah Nabi-Mu, dalam husnul khatimah.”
✨ Refleksi: Apa yang Bisa Kita Pelajari?
- Cinta Rasulullah harus diwujudkan dalam perbuatan.
- Sunnah bukan sekadar fikih, tapi gaya hidup dan nilai.
- Jangan hanya jadi muslim yang rajin ibadah, tapi juga berakhlak dan bermanfaat.
- Kita butuh lebih banyak sosok seperti Abdullah bin Umar di zaman ini.

📢 Penutup: Sebuah Pesan untuk Jiwa yang Rindu Rasulullah ﷺ
Kajian ini bukan sekadar majelis ilmu — tapi perjalanan jiwa untuk melihat bagaimana cinta kepada Nabi ﷺ bisa menjelma dalam kehidupan sehari-hari. Abdullah bin Umar adalah cermin itu. Cermin yang mengajak kita untuk tidak hanya membaca sunnah, tapi menghidupkannya.
Semoga tulisan ini bisa menjadi dokumentasi ruhani, dan semoga Allah kumpulkan kita bersama para sahabat dan Rasulullah ﷺ kelak di Jannah-Nya. Aamiin. (ds)
📌 Catatan Blogger
Tulisan ini ditulis dengan rasa takzim dan haru — semoga bisa menjadi amal
jariyah, dan semoga engkau yang membaca mendapatkan manfaat dan semangat untuk
terus meneladani generasi terbaik umat ini. 🌿