Pokir Dewan: Bantu Rakyat atau Bantu Developer Jualan Rumah?
|Di beberapa kawasan Kabupaten Tangerang, warga mendapati pembangunan jalan lingkungan yang dibiayai dari APBD melalui Pokok Pikiran (Pokir) anggota DPRD. Sekilas terlihat menggembirakan: jalan yang tadinya rusak kini mulus. Tapi setelah ditelusuri, muncul pertanyaan krusial—mengapa jalan itu diperbaiki dengan dana publik, padahal perumahan masih dalam tahap penjualan oleh developer?
Fenomena ini bukan hal sepele. Sebagian proyek infrastruktur jalan yang berasal dari Pokir ternyata masuk ke perumahan-perumahan yang statusnya belum diserahkan ke pemerintah, alias masih menjadi tanggung jawab penuh pihak pengembang. Ironisnya, kondisi seperti ini justru terjadi di saat masih banyak kampung dan desa yang butuh akses jalan layak, tapi belum tersentuh anggaran.

🔎 Apa Itu Pokir Dewan?
Pokok Pikiran (Pokir) adalah hasil serap aspirasi anggota DPRD saat mereka turun ke daerah pemilihan (reses). Dari situ, para anggota dewan mengusulkan program dan kegiatan yang dianggap mendesak, termasuk perbaikan infrastruktur seperti jalan lingkungan, drainase, hingga fasilitas umum lainnya.
Usulan Pokir lalu masuk ke dalam sistem perencanaan pembangunan daerah melalui:
- Penginputan ke sistem e-Pokir
- Sinkronisasi dalam Musrenbang
- Penyusunan RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah)
- Penganggaran dalam APBD
Secara legal, Pokir adalah jembatan resmi antara suara masyarakat dan keputusan anggaran pemerintah daerah. Namun, yang jadi masalah bukan pada keberadaan Pokir-nya, melainkan penggunaan dan sasarannya—apakah benar-benar tepat dan bermanfaat untuk rakyat luas?
🚨 Bolehkah Pokir Digunakan untuk Jalan Perumahan yang Masih Dijual Developer?
Nah, ini bagian yang penting untuk dicermati dan dikritisi bersama.
📌 Secara prinsip tata kelola keuangan daerah, jalan perumahan yang belum diserahterimakan ke Pemda masih berstatus milik dan tanggung jawab developer. Maka, membangun atau memperbaiki jalan tersebut menggunakan dana publik—termasuk dari Pokir—adalah pelanggaran penggunaan anggaran, bahkan dapat menimbulkan potensi penyalahgunaan wewenang.
Fakta di lapangan menunjukkan:
- Banyak jalan lingkungan perumahan yang belum diserahterimakan, tapi justru sudah dibiayai Pokir.
- Beberapa developer bahkan masih aktif memasarkan rumah saat proyek jalan dilaksanakan.
- Dana publik seakan menjadi “penyelamat proyek komersial” agar rumah lebih cepat terjual karena akses jalannya bagus.
Kalau seperti ini, publik pantas bertanya:
“Ini uang rakyat dipakai buat bantu warga atau bantu developer jual rumah?”
⚠️ Indikasi KKN: Oknum Partisan, Jalur Belakang, dan Imbalan
Lebih jauh, muncul juga indikasi bahwa Pokir bisa dimanfaatkan oleh oknum warga yang merupakan partisan dari partai tertentu, terutama partai tempat anggota dewan itu berasal.
Contohnya:
- Seorang tokoh lingkungan atau ketua RT yang dekat dengan partai tertentu ikut “mengawal” masuknya proyek Pokir.
- Proyek dialokasikan bukan berdasarkan musyawarah kebutuhan warga, tapi karena kedekatan personal-politik.
- Bahkan ada proyek Pokir yang hanya disetujui karena wilayah tersebut dianggap “basis suara” partai tertentu.
📛 Yang lebih mencemaskan, oknum warga yang mengetahui proses masuknya proyek ini lewat jalur belakang sering kali ikut bermain:
- Mereka menyampaikan proyek itu kepada developer
- Lalu meminta “imbalan khusus” sebagai balas jasa, entah berupa uang tunai, pekerjaan, atau “jatah” proyek
- Transaksi semacam ini dilakukan diam-diam, di luar mekanisme resmi dan tanpa sepengetahuan warga lain
⚠️ Praktik ini sangat rawan masuk dalam kategori KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme)—karena ada kolaborasi antara oknum dewan, partisan lokal, dan pengembang demi keuntungan pribadi.
🤔 Bantu Rakyat atau Bantu Developer?
Kita tentu mengapresiasi niat baik para anggota dewan dalam menyalurkan Pokir untuk pembangunan. Tapi masyarakat juga punya hak untuk bertanya secara kritis:
- Apakah proyek ini benar-benar berdasarkan kebutuhan warga?
- Apakah ada transparansi dan musyawarah publik?
- Apakah lokasinya dipilih karena benar-benar butuh, atau karena ada kepentingan tertentu?
Jangan sampai Pokir justru jadi “jalan pintas” untuk membangun citra politik pribadi atau mempercepat penjualan proyek perumahan swasta. Uang rakyat harus kembali ke rakyat—bukan untuk mendongkrak keuntungan pihak swasta.
🛡️ Masyarakat Wajib Mengawasi
Sebagai warga, kita punya peran aktif dan hak penuh untuk:
- Mengawasi proyek yang berasal dari Pokir: siapa yang mengusulkan, di mana lokasinya, apakah status lahannya sah untuk dibiayai APBD?
- Menanyakan status aset jalan: apakah sudah diserahkan ke pemda atau masih milik developer?
- Mendorong transparansi: proyek Pokir harus diumumkan ke publik lewat media sosial desa, kelurahan, kecamatan, dan OPD teknis.
Kalau kamu menemukan proyek jalan yang mencurigakan, jangan ragu untuk mengajukan permintaan informasi publik (PPID) atau bertanya langsung ke kantor desa dan DPRD.

🔚 Kesimpulan
Pokir Dewan seharusnya menjadi solusi bagi masalah rakyat, bukan jadi celah untuk menyelamatkan proyek developer atau alat konsolidasi suara politik.
Kalau jalan perumahan yang belum diserahterimakan bisa dibiayai APBD, sementara warga kampung masih terjebak jalan becek dan berlumpur, maka ada ketimpangan besar yang harus segera diluruskan.
📢 Mari jadi warga yang cerdas, kritis, dan peduli. Jangan biarkan dana publik diselewengkan atas nama “aspirasi”, padahal kenyataannya untuk mempercantik brosur penjualan rumah developer—bahkan disusupi kepentingan pribadi oknum yang minta imbalan jalur belakang.