Penutupan Tambang di Bogor: Jalan Panjang Menghindari Hilir-Mudik Truk Raksasa

Kalau kita melewati jalan Parung Panjang—jalur yang menghubungkan Bogor dan Tangerang—kita akan melihat bagaimana truk-truk raksasa pengangkut material tambang hilir-mudik sepanjang hari. Bagi warga, ini bukan sekadar gangguan, melainkan ancaman nyata terhadap nyawa dan kenyamanan hidup.


Korban Sudah Berjatuhan: Nyawa dan Luka

Selama bertahun-tahun, sudah banyak warga yang menjadi korban karena truk tambang ini:

  • Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyebut bahwa korban meninggal akibat kecelakaan tambang telah mencapai hampir 115 orang, sementara korban luka lebih dari 150 orang. (VOI)
  • Dalam periode 2018–2024, data Pemprov Jabar menyebut 195 orang meninggal dunia akibat kecelakaan yang melibatkan truk tambang di kawasan Parung Panjang. (Media Indonesia)
  • Media lokal menyebut bahwa banyak korban tewas “dihajar truk bermuatan batu belah maupun split” ketika melintas di jalan Parung Panjang dan Legok, Kabupaten Tangerang. (Progresif Jaya)

Jadi ketika kita bicara “korban berjatuhan”, itu bukan retorika semata—itu fakta yang sudah terekam di laporan media.


Pro dan Kontra Penutupan Tambang

Yang Pro

  • Warga sekitar yang selama ini merasakan bahaya langsung: kecelakaan, polusi, rusaknya infrastruktur jalan.
  • Anak-anak sekolah dan pengguna jalan non-truk mendapat perlindungan dari risiko bertabrakan dengan kendaraan besar.
  • Penurunan polusi debu dan kebisingan bisa meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan.
  • Terhentinya “jalur maut” akibat truk tambang yang selama ini memakan korban jiwa.

Yang Kontra

  • Pemilik tambang, kontraktor, serta sopir dan pekerja tambang yang penghasilannya sangat bergantung pada operasional tambang.
  • Warung-warung dan usaha kecil di sepanjang jalur tambang bisa kehilangan pelanggan karena truk tak lagi lewat. Salah satu warung di Jalan Sudamanik, Parung Panjang, mengaku omzetnya sempat anjlok drastis hingga hanya Rp 4.000 dalam sehari setelah operasional tambang dihentikan sementara. (iNews Bogor)
  • Gangguan terhadap pasokan material tambang (batu, pasir, dll) yang bisa memicu kenaikan biaya konstruksi dan proyek pembangunan di wilayah sekitarnya.

Bahaya Polusi dan Kerusakan Infrastruktur

Truk berat tambang menyumbang polusi udara (debu, asap knalpot), kebisingan, serta mempercepat kerusakan jalan dan jembatan. Di banyak titik, infrastruktur sudah tak mampu menahan beban berat berkali-kali—sehingga rusak parah dan sering diperbaiki ulang.

Gubernur Dedi Mulyadi menegaskan bahwa dalam surat keputusan penutupan sementara tambang, alasan utamanya adalah karena “terdapat permasalahan terkait aspek lingkungan dan keselamatan sehingga menyebabkan terganggunya ketertiban umum, kemacetan, polusi, kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan, serta berpotensi terjadinya kecelakaan.” (MetroTV News)


Pendapat Darustation: Polusi Truk adalah Bom Waktu

Sebagai media sosial yang dekat dengan suara masyarakat, Darustation melihat persoalan truk tambang ini bukan hanya masalah lalu lintas, tetapi juga masalah kesehatan publik yang serius.

Setiap hari, ribuan truk melintas di jalan umum yang sebenarnya tidak didesain untuk menanggung beban sebesar itu. Hasilnya: jalan hancur, udara penuh debu, dan masyarakat dipaksa menghirup polusi setiap hari.

Darustation menilai, jika dibiarkan terus menerus, polusi akibat truk tambang akan menjadi bom waktu. Penyakit pernapasan, gangguan kesehatan anak-anak, hingga meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas adalah dampak nyata yang harus dibayar mahal oleh masyarakat.

Polusi ini tidak mengenal batas. Ia menyerang semua: anak sekolah yang berangkat pagi, pedagang kecil di pinggir jalan, hingga lansia yang tinggal di rumah sekitar jalur tambang. Dengan kata lain, yang paling lemah justru paling menderita.

Karena itu, langkah Gubernur Jawa Barat menutup tambang adalah sebuah pilihan pahit tapi berani. Lebih baik menghentikan sumber masalah sekarang, daripada generasi mendatang hidup dengan lingkungan yang rusak dan penuh risiko.


Siapa yang Diuntungkan & Siapa yang Dirugikan?

Yang Diuntungkan

  • Warga lingkungan sepanjang jalur tambang yang ingin jalan yang aman dan minus badai debu.
  • Pemerintah daerah yang bisa menunjukkan keberpihakan pada keselamatan dan kesejahteraan rakyat.
  • Generasi muda yang tumbuh dalam lingkungan lebih sehat tanpa ancaman kecelakaan setiap hari.

Yang Dirugikan

  • Pemilik usaha tambang dan kontraktor yang harus menghentikan operasi sementara atau permanen.
  • Ribuan sopir truk, kuli angkut, dan pekerja tambang yang kehilangan pekerjaan atau penghasilan.
  • Usaha kecil (warung, los dagangan) yang menggantungkan hidup pada lalu lintas truk.
  • Proyek pembangunan atau konstruksi yang harus mencari sumber alternatif bahan tambang dengan biaya lebih tinggi.

Keberanian Gubernur: Tindakan Berisiko tapi Penuh Makna

Keputusan Gubernur Jawa Barat (KDM, Dedi Mulyadi) untuk menutup sementara tambang di Parung Panjang, Rumpin, dan Cigudeg adalah tindakan berani. Ia menyatakan tidak akan mencabut keputusan itu meskipun banyak penolakan dari pengusaha tambang dan sopir truk. (Media Indonesia)

Langkah ini menunjukkan bahwa ia “berani menerima risiko” demi kepentingan rakyat yang selama ini menjadi korban. Dalam pernyataannya, ia menegaskan bahwa meskipun ada pihak yang kecewa (pekerja, sopir), kebijakan ini dipilih untuk melindungi keselamatan publik. (Kumparan)


Penutup

Penutupan tambang di Bogor tepatnya sepanjang jalur Parung Panjang bukanlah langkah yang tiba-tiba atau tanpa dasar. Sudah bertahun-tahun korban jatuh: nyawa melayang, luka parah mendera. Dan laporan media menunjukkan bahwa angka kematian yang terkait dengan truk tambang di area ini telah menyentuh ratusan orang.

Di satu sisi, kebijakan ini menghadirkan harapan baru: jalan aman, udara lebih bersih, dan warga yang bisa tidur tenang tanpa deg-degan dilindas truk di malam hari. Tapi di sisi lain, ada dampak ekonomi yang nyata: kehilangan mata pencaharian, usaha kecil yang merana, industri terganggu.

Dan Gubernur KDM dengan tegas bersikap: ia memilih untuk berani mengambil risiko demi melindungi warga yang selama ini dianggap kecil dalam pusaran ekonomi tambang.

Darustation menilai, keberanian semacam ini patut diapresiasi. Karena dalam banyak kasus, yang dibutuhkan bukan hanya solusi instan, melainkan keberanian politik untuk mengatakan: keselamatan rakyat lebih penting dari keuntungan tambang. (ds)

Add a Comment