Palm Oil in the Land of Orangutans: Ketika Industri Sawit dan Habitat Satwa Liar Bertemu di Persimpangan

Oleh: Mohamad Sobari

Jakarta Selatan – Di tengah perdebatan panjang antara pembangunan ekonomi dan kelestarian lingkungan, sebuah film dokumenter berjudul    🌿 “Palm Oil in the Land of Orangutans” hadir membawa perspektif baru. Disutradarai oleh Dan Sall asal Denmark, film ini menjadi upaya kolaboratif lintas negara antara IPOSS, KBRI Kopenhagen, dan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, untuk membuka ruang dialog yang lebih jujur tentang masa depan minyak sawit Indonesia dan nasib orangutan, simbol konservasi dunia.

Acara pemutaran film dan diskusi publik ini akan digelar pada:
📅 Jumat, 17 Oktober 2025
🕒 14.30 – 18.30 WIB
📍 Hollywood XXI, Jl. Gatot Subroto Kav. 19, Jakarta Selatan


🎥 Film Dokumenter yang Mengajak Kita Melihat Lebih Dekat

Film ini tak sekadar menyajikan gambar-gambar indah dari hutan tropis Indonesia, tetapi menyoroti realitas kontras antara perkebunan sawit yang terus meluas dan hilangnya habitat alami orangutan di Kalimantan dan Sumatera. Dalam visualnya, Dan Sall menampilkan perjalanan emosional para peneliti, aktivis konservasi, dan petani lokal — memperlihatkan sisi manusiawi dari industri yang sering disalahpahami.

Isu yang diangkat bukan hanya tentang siapa yang bersalah, tetapi tentang bagaimana dunia dapat mencari jalan tengah: menjaga ekonomi nasional yang bergantung pada ekspor sawit, sembari melindungi kehidupan liar yang semakin terdesak.


🐒 Orangutan: Cermin dari Ekosistem yang Renta

Orangutan sering disebut sebagai “The Guardian of the Forest” — penjaga alami keseimbangan ekosistem hutan. Namun, menurut berbagai studi, populasi mereka menurun drastis dalam dua dekade terakhir akibat deforestasi dan fragmentasi hutan.
Setiap hektar hutan yang terbuka untuk perkebunan sawit berarti hilangnya rumah bagi ratusan spesies — termasuk satwa yang hanya hidup di Indonesia dan Malaysia.

Diskusi pasca-pemutaran film ini akan menghadirkan dua pembicara penting:
🇩🇰 Ahli konservasi dari Copenhagen Zoo (Denmark), dan
🇮🇩 Dr. Petrus Gunarso, pakar lingkungan hidup Indonesia.

Keduanya akan membedah film dari dua sudut pandang: konservasi dan ekonomi hijau. Bagaimana sawit bisa menjadi berkelanjutan tanpa menyingkirkan satwa liar? Bagaimana industri bisa tumbuh tanpa mengorbankan masa depan hutan tropis?


🌏 Sawit: Sumber Pemasukan atau Sumber Dilema?

Indonesia adalah produsen minyak sawit terbesar di dunia, dengan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. Namun di sisi lain, sawit juga menjadi topik yang sensitif secara global. Banyak pihak luar negeri menuding sawit sebagai penyebab utama deforestasi, sementara pelaku industri dalam negeri menilai tudingan itu tidak selalu adil.

Film ini berusaha menghadirkan narasi yang lebih seimbang dan manusiawi, menampilkan kisah nyata para petani kecil yang menggantungkan hidup dari sawit, tetapi juga sadar akan tanggung jawab menjaga alam.

Inilah alasan mengapa kolaborasi antara IPOSS, KBRI Kopenhagen, dan Kemenlu RI menjadi penting: mempertemukan sains, diplomasi, dan kemanusiaan dalam satu forum.


💬 Dialog, Bukan Sekadar Tudingan

Diskusi seusai pemutaran film diharapkan melahirkan refleksi baru: bahwa keberlanjutan bukan hanya soal larangan atau boikot, tapi soal transformasi dan keseimbangan.
Bahwa melindungi orangutan bukan berarti memusuhi petani sawit, melainkan membantu mereka menemukan cara yang lebih ramah lingkungan dan produktif.

“Kami sangat menantikan kehadiran Anda,” tulis Tim Komunikasi & Kolaborasi IPOSS dalam pesan undangan kepada peserta, termasuk Mohamad Sobari.
“Mohon konfirmasi kehadiran dengan membalas pesan ini ‘Hadir’ atau ‘Berhalangan’ paling lambat Kamis, 16 Oktober 2025.”


🌱 Refleksi Akhir

Darustation melihat kegiatan ini sebagai bagian penting dari gerakan literasi lingkungan — bagaimana media dan publik bisa ikut terlibat dalam membangun kesadaran hijau. Kisah dalam film ini mengingatkan kita bahwa kemajuan ekonomi dan pelestarian alam tidak harus saling meniadakan, melainkan bisa berjalan berdampingan — jika manusia bersedia belajar dari alam.

“Palm Oil in the Land of Orangutans” bukan hanya film dokumenter, tapi juga cermin hati nurani: sejauh mana kita memahami bahwa bumi bukan warisan dari nenek moyang, melainkan titipan untuk anak cucu kita. (ds)


Referensi:
🔗 https://darustation.com
📷 Liputan dan refleksi oleh tim Darustation.

Add a Comment