Menjadi ATM Berjalan: Dilema Pejabat Tingkat Desa dalam Bayang-bayang Kompromi Politik dan Lingkaran Kekuasaan

“Kalau nggak mau keluar uang, jangan jadi pejabat desa.”
Ucapan ini terdengar kasar, tapi di banyak desa, ini kenyataan.
Pejabat desa tak hanya mengurusi administrasi, tapi juga menjadi semacam ATM berjalan—yang diminta ‘mengalirkan’ dana kapan saja, untuk kebutuhan yang kadang tak punya dasar aturan.

Program Pemerintah Turun, Sosialisasi Kosong

Salah satu persoalan utama hari ini adalah turunnya program pemerintah secara top-down, tanpa sosialisasi dan pelibatan masyarakat.
Mulai dari kecamatan hingga dinas kabupaten, program seringkali langsung ditugaskan untuk dijalankan. Pejabat desa harus menyambutnya dengan sigap—walau tak jarang dengan kantong pribadi, tanpa kejelasan mekanisme dana.

Program harus jalan. Dana harus cair.
Warga kadang tidak tahu-menahu. Namun jika terjadi masalah, pejabat desa jadi sasaran kemarahan.

Kehadiran Pejabat Kecamatan dan Kabupaten: Simbolik atau Substantif?

Dalam acara seremonial peluncuran program, pejabat kecamatan dan kabupaten memang sering hadir. Tapi sayangnya, setelah itu, mereka menghilang dari proses pelaksanaan.
Desa dibiarkan sendiri menghadapi kompleksitas teknis, sosial, dan anggaran. Dan saat masalah muncul, tanggung jawab dilempar kembali ke bawah.

Akhirnya, agar program tetap jalan, “mesin ATM” harus tetap bekerja. Kompromi diambil, dana dikorbankan, demi menjaga stabilitas dan hubungan politik dengan atas maupun dengan masyarakat.

Politik Kompromi dan Lingkaran Kekuasaan

Pejabat desa juga terjebak dalam politik kompromi lokal.
Relasi dengan tokoh masyarakat, BPD, dan kelompok pendukung pilkades harus dijaga. Jika tidak pandai bermanuver, mereka bisa ‘digoyang’ bahkan sebelum program berjalan.
Lingkaran kekuasaan desa jadi makin tertutup, sukar dikritik, dan minim regenerasi.

BPD: Pengawas, Bukan Pelaksana Pemerintahan Desa

Yang sering terlupakan adalah fungsi dan batas wewenang BPD (Badan Permusyawaratan Desa).
BPD bukanlah bagian dari eksekutif desa. Ketua BPD bukan pelaksana pemerintahan, melainkan pengawas.
Namun, dalam praktiknya, banyak ketua BPD yang ikut campur dalam teknis pelaksanaan, bahkan menjadi pengendali informal jalannya program.

Inilah sebabnya masyarakat harus aktif:
🔍 Mengontrol kinerja BPD,
📣 Mendorong transparansi rapat BPD,
🤝 Menanyakan keputusan musyawarah yang berdampak pada anggaran dan kegiatan desa.

Jika masyarakat tidak memantau, peran pengawasan bisa bias dan masuk ke ranah eksekutif. Inilah yang memperkuat kekacauan peran, dan akhirnya, beban tetap jatuh ke pundak pejabat desa.


Solusi: Agar Pejabat Desa Tidak Lagi Menjadi ATM Berjalan

Agar tata kelola desa sehat, beberapa solusi berikut perlu dijalankan:

Tegakkan aturan dan jalankan sesuai regulasi
Pejabat desa wajib menjalankan program sesuai ketentuan, bukan karena tekanan dari pihak luar atau dalam.

Bangun komunikasi dua arah dengan masyarakat
Setiap program harus disampaikan secara terbuka, tidak boleh diam-diam. Sosialisasi adalah tanggung jawab bersama.

Libatkan organisasi masyarakat secara aktif
PKK, Karang Taruna, RT/RW, hingga komunitas lokal perlu dilibatkan sebagai bagian dari pelaksana dan pengawas program.

Tegaskan kembali fungsi BPD sebagai pengawas
BPD harus kembali ke jalurnya sebagai mitra kritis pemerintah desa, bukan pesaing, apalagi pelaksana.
Masyarakat harus ikut mengontrol kinerja BPD, menghadiri forum musyawarah desa, dan aktif menyuarakan aspirasi.

Dorong kehadiran substantif dari kecamatan dan kabupaten
Pejabat di atas jangan hanya hadir saat potong pita, tapi harus turun saat perencanaan, sosialisasi, hingga evaluasi program.


Penutup: Dari ATM ke Agen Perubahan

Sudah saatnya kita berhenti melihat pejabat desa sebagai ‘ATM berjalan’.
Mereka adalah pelaksana pembangunan tingkat akar rumput, bukan tumbal kebijakan dadakan.
Dengan sistem yang transparan, dukungan dari atas, dan kontrol dari masyarakat, pejabat desa bisa menjalankan tugasnya sebagai agen perubahan, bukan korban kompromi.


📌 Artikel ini dipersembahkan oleh Darustation – media komunitas yang mengangkat suara warga, dinamika sosial, dan kebijakan dari bawah ke atas. Ikuti kami di @darustationmedia.

Add a Comment