Menelaah Konflik India-Pakistan: Perang, Agama, atau Warisan Penjajahan?

Oleh: [Mohamad Sobari] | Blogger Internasional | Darustation

Konflik antara India dan Pakistan bukanlah cerita baru. Sejak kemerdekaan kedua negara dari Inggris pada tahun 1947, ketegangan demi ketegangan terus mewarnai hubungan mereka. Perang, propaganda, dan perebutan wilayah membuat konflik ini tak kunjung padam. Namun pertanyaan besar tetap muncul: Apakah ini konflik agama? Konflik etnis? Atau sekadar sengketa wilayah?

Jawaban sebenarnya adalah campuran dari ketiganya, ditambah satu faktor penting yang sering dilupakan: warisan pahit kolonialisme Inggris. Mari kita bedah lebih dalam — dan lihat juga bagaimana Indonesia dan tokoh-tokohnya ikut bersuara, termasuk tanggapan dari Mohamad Sobari, aktivis dan pemikir sosial dari platform Darustation.

India vs Pakistan

Apa yang Diperebutkan?

Sengketa utama adalah wilayah Kashmir, sebuah daerah strategis dan kaya air yang berada di perbatasan India, Pakistan, dan Tiongkok. Saat Inggris membagi India tahun 1947, mereka memberikan kebebasan kepada para penguasa lokal (raja-raja) untuk memilih: bergabung dengan India, Pakistan, atau tetap independen.

Kashmir dipimpin oleh Maharaja Hindu, tapi mayoritas rakyatnya Muslim. Saat tekanan datang dari kelompok bersenjata yang didukung Pakistan, sang Maharaja meminta bantuan India dan menandatangani akta bergabung. Sejak saat itu, Kashmir menjadi medan konflik — memicu tiga perang besar (1947, 1965, dan 1999), dan terus menegang hingga kini.

Agama vs Politik: Mana yang Dominan?

Konflik ini memang punya dimensi agama — India mayoritas Hindu, Pakistan didirikan sebagai negara Muslim. Tapi jika disederhanakan hanya sebagai konflik agama, kita akan kehilangan pemahaman utuh.

Yang terjadi adalah kombinasi:

  • Perseteruan nasionalisme dan identitas negara.
  • Trauma sejarah dari pemisahan India-Pakistan (Partition).
  • Kepentingan strategis militer dan geopolitik.

Jadi ya, agama adalah faktor, tapi ia digunakan sebagai alat dalam konflik politik dan nasional.

Dua Kubu dan Dukungan Internasional

Perang India-Pakistan juga menciptakan dua kubu pendukung secara global:

  • Pakistan didukung oleh: Tiongkok, Turki, dan beberapa negara Islam. Dukungan bersifat politis dan strategis.
  • India didukung oleh: Rusia, Amerika Serikat (di era modern), serta negara-negara demokrasi yang melihat India sebagai kekuatan ekonomi dan penyeimbang Tiongkok.

Inggris: Pencipta Batas yang Membakar

Salah satu aktor paling bertanggung jawab dalam konflik ini adalah Inggris. Saat meninggalkan anak benuanya, mereka membagi wilayah secara terburu-buru. Peta digambar tanpa mempertimbangkan realitas sosial, budaya, dan agama. Hasilnya?

  • 15 juta orang mengungsi.
  • 1 juta lebih tewas akibat kekerasan.
  • Dan Kashmir dibiarkan tanpa kejelasan.

Inilah bentuk kolonialisme klasik: bagi lalu tinggalkan kekacauan.

Bagaimana Respons Masyarakat?

Meski konflik terus berlangsung, suara damai tetap ada dari kedua rakyat:

  • Anak muda India dan Pakistan banyak saling follow di media sosial.
  • Video YouTube yang memperlihatkan “India ketemu Pakistan” sering viral.
  • Makanan, budaya, hingga musik sebenarnya saling memengaruhi.

Sayangnya, narasi media dan elite politik seringkali menutup ruang damai ini. Nasionalisme ekstrem bahkan mulai masuk ke kurikulum dan budaya populer.

Peran Dunia Internasional

PBB, Amerika Serikat, dan bahkan China beberapa kali turun tangan untuk menurunkan tensi konflik. Tapi karena kedua negara punya senjata nuklir, dunia internasional cenderung hati-hati dan lebih memilih “menjaga stabilitas” daripada memaksa perdamaian.

✨ Peran Indonesia: Suara Damai dari Asia Tenggara

Indonesia, meski jauh secara geografis, memiliki rekam jejak diplomatik dalam merespons konflik India-Pakistan — sesuai peran sebagai pemimpin Gerakan Non-Blok dan negara mayoritas Muslim yang menjunjung prinsip bebas aktif.

Apa yang sudah Indonesia lakukan?

  1. Mendukung resolusi damai PBB terkait Kashmir.
  2. Mendorong dialog bilateral saat duduk di Dewan Keamanan PBB (non-permanen).
  3. Menjadi jembatan kultural lewat pendekatan soft diplomacy di Asia Selatan.
  4. Menawarkan prinsip-prinsip demokrasi pluralistik yang menjunjung toleransi agama — sebagai model negara Muslim yang demokratis.

📢 Tanggapan Mohamad Sobari: Saatnya Referendum Damai untuk Kashmir?

Dalam diskusi terbaru bersama komunitas Darustation, Mohamad Sobari — tokoh sosial dan pemerhati hubungan internasional — menyampaikan pandangannya tentang pentingnya memberikan hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Kashmir.

Menurutnya:

“Referendum bukan hanya solusi politis, tapi bentuk penghormatan terhadap kemanusiaan. Kashmir harus diberi hak untuk memilih, sebagaimana bangsa lain diberi pilihan di masa dekolonisasi. Tanpa itu, konflik ini akan terus jadi alat kekuasaan dan bisnis senjata.”

Ia juga mengingatkan bahwa PBB sebenarnya sudah pernah menyetujui resolusi soal referendum di Kashmir (UNSC Resolution 47 tahun 1948), namun belum pernah dilaksanakan karena tarik-menarik antara India dan Pakistan.

Sobari menambahkan bahwa Indonesia seharusnya lebih berani memimpin inisiatif moral bersama negara-negara Non-Blok untuk mendorong pelaksanaan referendum damai yang adil dan diawasi internasional. Jika Indonesia bisa memediasi konflik di Mindanao (Filipina Selatan), mengapa tidak di Kashmir?

Solusi: Apakah Masih Ada Harapan?

Berikut beberapa solusi jangka panjang yang realistis:

  • Referendum damai dan transparan bagi rakyat Kashmir, dengan pengawasan internasional.
  • Zona otonomi khusus sebagai alternatif bila referendum belum memungkinkan.
  • Perjanjian demiliterisasi dan pembangunan ekonomi bersama.
  • Kampanye diplomasi antar masyarakat sipil dan pemuda.
  • Peran negara netral seperti Indonesia sebagai penjaga dialog.

Penutup: Luka Lama Tak Harus Jadi Dendam Abadi

Konflik India-Pakistan bukan cuma tentang tanah atau agama. Ini tentang identitas, trauma sejarah, dan kegagalan rekonsiliasi. Tapi di balik itu semua, ada harapan baru lewat generasi muda, diplomasi sipil, dan peran negara-negara seperti Indonesia untuk menjaga agar suara damai tetap hidup.

Seperti kata Mohamad Sobari, “Kita tak sedang memilih siapa menang, siapa kalah. Tapi siapa yang berani memutus rantai warisan luka dan menggantinya dengan masa depan bersama.”

“Kita tidak bisa memilih sejarah yang kita warisi, tapi kita bisa memilih masa depan yang ingin kita ciptakan.”

Semoga bukan peluru, tapi dialog yang jadi senjata masa depan. 🇮🇳🤝🇵🇰 (ds)

💬 Bagaimana menurut kamu? Apakah referendum adalah jawaban adil untuk Kashmir? Tulis pendapatmu di kolom komentar!

#IndiaPakistan #KashmirReferendum #IndonesiaForPeace #MohamadSobari #Darustation #DiplomasiAsia

Add a Comment