Makna dalam Kurban, Cahaya dari Informasi: Saatnya Menyentuh Hati, Bukan Sekadar Tradisi

Idul Adha selalu membawa rasa yang berbeda. Bukan hanya karena wangi sate kambing atau riuhnya penyembelihan di lapangan, tapi karena ada sesuatu yang dalam — panggilan jiwa yang membuat kita berhenti sejenak dan bertanya: sudah sejauh mana kita paham makna pengorbanan?

Setiap tahunnya, kisah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS kembali dikisahkan. Tapi sejujurnya, ini bukan sekadar cerita turun-temurun. Ini adalah pelajaran hidup yang terlalu sayang untuk dilewatkan hanya sebagai bagian dari ritual tahunan.

🕋 Lebih dari Sekadar Daging dan Darah

Kisah bermula dari sebuah perintah ilahi: seorang ayah diminta mengorbankan anak yang sangat ia cintai. Bukan karena Allah butuh daging, tapi karena Allah ingin melihat — apakah cinta kita kepada-Nya lebih besar dari cinta pada dunia?

Dan ternyata, baik Ibrahim maupun Ismail menjawab dengan keikhlasan luar biasa. Bahkan ketika pedang hampir menyentuh kulit, Allah gantikan Ismail dengan sembelihan dari langit.

“Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”
(QS. As-Saffat: 106–107)

Kisah ini bukan dongeng. Ia adalah refleksi: apakah kita juga rela mengorbankan apa yang paling kita cintai ketika Allah memintanya?

📜 Kurban: Ujian Ketaatan, Cermin Ketakwaan

Banyak dari kita masih melihat kurban hanya sebagai tradisi: beli hewan, potong, bagi daging, selesai. Padahal, Al-Qur’an dengan jelas menegaskan bahwa yang sampai kepada Allah bukanlah daging itu, tapi ketakwaan kita.

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.”
(QS. Al-Hajj: 37)

Dan Rasulullah ﷺ juga mengingatkan, jangan sampai yang mampu berkurban malah abai. Ini bukan perkara remeh:

“Barang siapa yang memiliki kemampuan (berkurban), namun tidak melakukannya, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.”
(HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Artinya, kurban bukan formalitas. Ia menguji isi hati: apakah kita masih terlalu terikat pada harta dan kenyamanan, atau sudah belajar melepaskan karena cinta pada Tuhan?

✨ Idul Adha dan Wajah Sosial Kita

Ada sisi lain dari kurban yang sering kita lupa: dimensi sosialnya. Saat kita menyembelih hewan, kita sebenarnya sedang menguatkan simpul kepedulian antar sesama.

Kita mungkin hidup berkecukupan, tapi jangan lupakan ada banyak saudara yang bahkan tak pernah mencium wangi daging. Di sinilah kurban menjadi penyambung — antara yang memiliki dan yang membutuhkan.

Dan jujur saja, dalam suasana masyarakat yang makin sibuk, makin individualis, kurban bisa menjadi satu-satunya momen di mana kita benar-benar peduli secara nyata.

💬 Mohamad Sobari: Kurban, Bukan Sekadar Potong Daging

Dalam sebuah catatan reflektifnya, Mohamad Sobari, seorang pemerhati sosial dan penggerak dakwah digital, menyampaikan bahwa “Idul Adha bukan hanya tentang menyembelih hewan, tetapi menyembelih sikap egois, nafsu berlebihan, dan pola pikir konsumtif yang selama ini mengaburkan makna ibadah.”

Baginya, makna kurban hari ini harus diperluas. Tidak cukup hanya dengan menyembelih kambing atau sapi, tapi juga dengan menyembelih kesombongan, kepentingan pribadi, dan keengganan berbagi. Menurutnya, itulah bentuk nyata dari ibadah yang berdampak sosial.

Sobari juga menekankan pentingnya peran media dan informasi dalam menyampaikan nilai-nilai Idul Adha secara jernih dan menyentuh: “Kita perlu membangun ruang dakwah yang tidak hanya menginformasikan, tetapi juga menghidupkan kesadaran dan menggerakkan kepedulian.”

🕌 Kurban yang Mencerdaskan

Idul Adha adalah tentang keberanian. Bukan hanya menyembelih hewan, tapi juga menyembelih ego, keserakahan, dan kebodohan spiritual. Kurban bukan hanya soal berani memberi, tapi juga soal ikhlas melepaskan.

Dan seperti yang diajarkan dalam Al-Qur’an:

“Bukan darah atau daging yang sampai kepada Allah, melainkan ketakwaan dari kalian.”
(QS. Al-Hajj: 37)

Jadi mari, jangan hanya ikut Idul Adha sebagai acara tahunan. Mari jadikan ini sebagai momen reflektif. Apa yang masih kita genggam terlalu erat padahal Allah minta untuk dilepaskan? Apa yang selama ini kita jaga karena dunia, bukan karena Allah?

Semoga setiap hewan yang kita sembelih menjadi simbol dari nafsu dan ego yang kita jinakkan. Semoga setiap tetes darahnya menjadi doa yang naik ke langit — bukan hanya untuk kita, tapi juga untuk umat yang sedang menanti uluran tangan.

Selamat Idul Adha 1446 H.
Rayakan bukan dengan kemewahan, tapi dengan makna.
Kurban bukan untuk dipamerkan, tapi untuk direnungkan.


#IdulAdha1446H #MaknaKurban #SpiritIbrahim
#KurbanUntukSesama #CahayaKurban #RefleksiIdulAdha
#TundukIkhlas #SemangatBerbagi #KurbanYangMenyentuhHati
#KurbanBukanFormalitas #PesanSpiritual #KebaikanYangMenggerakkan

Add a Comment