Koperasi Desa Merah Putih: Antara Semangat Ekonomi Rakyat dan Jebakan Hukum yang Mengintai
Ditulis oleh: Mohamad Sobari
Analisa per: 30 Oktober 2025
Sumber utama: Hukumonline.com – “Waspadai ‘Jebakan’ Hukum Koperasi
Desa Merah Putih” oleh Muhammad Yasin (28 Oktober 2025)
🔴 Ketika Idealisme Ekonomi Rakyat Bertemu Realitas Regulasi
Gagasan Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes MP) pada awalnya terdengar heroik. Pemerintah melalui Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2025 menargetkan pembentukan 80 ribu koperasi desa dan kelurahan hingga Maret 2026. Menteri Koperasi Ferry Juliantono menegaskan, koperasi harus menjadi “motor penggerak ekonomi lokal dan peningkatan kesejahteraan masyarakat”.
Namun, semangat besar ini tidak lepas dari potensi masalah. Departemen Hukum Administrasi Negara (HAN) Fakultas Hukum UGM merilis policy paper berjudul “Koperasi Desa Merah Putih: Risiko Hukum dan Pencegahannya” yang menjadi alarm peringatan dini bagi para pembuat kebijakan.
Menurut Richo A. Wibowo, Ketua Departemen HAN FH UGM, kebijakan ini perlu dikawal dengan prinsip kehati-hatian agar tidak menjadi proyek populis yang menjerat para pengurus desa dalam urusan hukum.

⚠️ Lima Jebakan Hukum yang Patut Diwaspadai
Dari hasil kajian UGM, terdapat lima jebakan hukum utama yang berpotensi muncul dalam implementasi Kopdes Merah Putih:
1️⃣ Regulasi yang “Mendorong Persetujuan Cepat”
Aturan yang ada cenderung membuat pejabat publik dan perbankan “dipaksa untuk menyetujui” proposal bisnis koperasi. Proses verifikasi keuangan menjadi formalitas semata, padahal prinsip utama koperasi adalah kehati-hatian dan kemandirian.
2️⃣ Kurangnya Transparansi Risiko
Produk hukum turunan tentang Kopdes tidak menegaskan secara
jelas bahwa pengurus koperasi dapat dituntut secara perdata dan pidana
bila lalai atau menyalahgunakan dana.
Padahal Pasal 34 UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian sudah
menegaskan hal itu. Banyak aparat desa mungkin belum paham, dan ini bisa jadi
jebakan hukum yang serius.
3️⃣ Sosialisasi yang Tergesa-gesa
Surat Edaran Menkop Nomor 1 Tahun 2025 terbit pada Maret,
dan hanya empat bulan kemudian Kopdes sudah diluncurkan secara nasional.
Waktu sesingkat itu sulit menghasilkan kesiapan kelembagaan yang matang,
termasuk pembinaan SDM, literasi keuangan, dan pelatihan manajemen koperasi.
4️⃣ Kebijakan Plafon Pinjaman Seragam
Semua koperasi — baru, lama, bahkan yang sebelumnya inaktif
— diberi akses dana dengan plafon pinjaman yang sama.
Kebijakan “satu ukuran untuk semua” ini berisiko tinggi karena profil risiko
tiap koperasi berbeda, terutama antara koperasi aktif dan koperasi yang
baru dibentuk.
5️⃣ Target Kuantitatif yang Menekan
Target 80 ribu koperasi membuat para pejabat lapangan
tertekan untuk “menyetujui secepatnya”.
Akibatnya, banyak proposal bisa lolos tanpa kajian kelayakan memadai. Ini bukan
hanya mengancam kualitas koperasi, tapi juga membuka potensi pelanggaran hukum
administratif.
🧩 Antara Idealisme dan Tata Kelola
Dari sisi kebijakan publik, langkah pemerintah membentuk Kopdes MP patut diapresiasi. Ia mencerminkan niat besar untuk membangun ekonomi dari akar rumput. Namun, dari sisi tata kelola hukum, pendekatan yang terlalu cepat dan seragam bisa menjadi bumerang.
UGM menekankan perlunya pendampingan intensif di tingkat desa, serta memperkuat lembaga pengawasan internal dan eksternal. Tanpa itu, koperasi hanya menjadi nama tanpa makna — formalitas yang menambah beban administrasi, bukan alat pemberdayaan ekonomi.
💬 Pendapat Darustation: “Kemandirian Tanpa Hikmah adalah Kesalahan Baru”
Menurut pandangan Darustation, semangat koperasi desa seharusnya dihidupkan bukan hanya lewat program besar, tapi juga melalui pencerahan moral dan kesadaran sosial.
“Kemandirian ekonomi rakyat tidak cukup dengan modal dan regulasi. Ia butuh hikmah, kejujuran, dan niat ibadah dalam bekerja,” tulis redaksi Darustation dalam catatan sosialnya.
Darustation menilai, jika Koperasi Desa Merah Putih ingin menjadi pilar ekonomi rakyat berbasis nilai, maka tiga hal penting harus ditegakkan:
- Integritas pengurus desa. Tanpa akhlak dan kejujuran, koperasi hanya akan menjadi sarang kepentingan baru.
- Transparansi dana. Dana publik wajib dikelola secara terbuka dan akuntabel, bukan sekadar memenuhi laporan administrasi.
- Edukasi berbasis spiritualitas kerja. Koperasi perlu mengembalikan ruh gotong royong yang berakar dari nilai Qur’ani: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa.” (QS. Al-Maidah: 2)
Darustation juga menyoroti bahwa konsep koperasi seharusnya tidak dikapitalisasi sebagai proyek negara, tetapi dijalankan sebagai gerakan masyarakat dengan prinsip saling bantu dan saling percaya.
🌱 Penutup: Jalan Panjang Menuju Koperasi yang Benar-benar Merah Putih
Koperasi Desa Merah Putih adalah cermin dari ambisi besar
negeri ini untuk menegakkan kemandirian ekonomi rakyat.
Namun, tanpa pengawasan hukum yang ketat dan pendampingan moral di akar rumput,
program ini bisa menjadi jebakan hukum dan etika baru bagi banyak pihak.
Kita perlu lebih dari sekadar target angka — kita perlu
menanamkan etika koperasi yang sejati: tolong-menolong, kejujuran, dan
tanggung jawab bersama.
Itulah makna sebenarnya dari “Merah Putih” — semangat kemerdekaan yang tidak
menindas, tapi memerdekakan.
Analisa Blogger – Mohamad Sobari
Disarikan dari Hukumonline.com dan refleksi sosial Darustation
🌍
https://darustation.com
