Ketika Konflik Tetangga Jadi Viral: Belajar NPD dan FOMO dari Kasus Sahara

Halo Sahabat DS,
Belakangan ini publik dihebohkan dengan kisah viral Yai Mim dan Sahara. Awalnya hanya persoalan kecil antar tetangga, tapi akhirnya melebar, saling sindir di medsos, hingga jadi perbincangan nasional. Bahkan, kasus ini sempat menyita perhatian orang banyak di luar negeri.

Pertanyaannya, kok bisa ya masalah yang sederhana jadi sebesar itu?
Kalau ditelusuri, ternyata ada kaitannya dengan dua hal yang sering muncul di era digital: NPD (Narcissistic Personality Disorder) dan FOMO (Fear of Missing Out).


Apa Itu NPD?

NPD atau Narcissistic Personality Disorder adalah gangguan kepribadian di mana seseorang merasa dirinya paling penting, selalu haus akan pujian, dan sulit berempati dengan orang lain. Ironisnya, di balik kepercayaan diri yang terlihat tinggi, sering ada rapuhnya harga diri yang mudah terguncang.

Ciri-ciri NPD antara lain:

  • Ingin selalu dikagumi dan jadi pusat perhatian.
  • Merasa lebih pintar, lebih hebat, atau lebih layak dari orang lain.
  • Susah menerima kritik, gampang tersinggung.
  • Minim empati, kurang peduli dengan perasaan orang lain.
  • Manipulatif dalam hubungan sosial.

Kalau sifat-sifat ini muncul terus-menerus hingga mengganggu kehidupan sehari-hari, bisa jadi itu adalah tanda NPD.


FOMO: Takut Ketinggalan Sorotan

Selain NPD, ada juga fenomena FOMO (Fear of Missing Out), yaitu rasa takut ketinggalan sesuatu atau tidak dianggap eksis. FOMO sering bikin orang:

  • Ikut-ikutan tren meski nggak relevan.
  • Rajin upload demi validasi.
  • Takut hidupnya terlihat kalah dibanding orang lain.

Kalau digabung dengan sifat narsistik, FOMO jadi bahan bakar berbahaya. Orang dengan kecenderungan NPD terdorong untuk selalu tampil, membuktikan diri, dan memastikan dirinya tidak pernah luput dari perhatian.


Sahara: Antara NPD dan FOMO

Dalam kasus Yai Mim vs Sahara, banyak orang menilai Sahara memperlihatkan perilaku yang memenuhi unsur NPD dan FOMO.

  • Dari sisi NPD: Sahara ingin selalu dianggap benar, menolak kritik, dan berusaha mengendalikan opini publik lewat postingan medsos.
  • Dari sisi FOMO: Sahara seakan takut kalau dirinya kalah atau tidak dilihat orang, sehingga terus-menerus memviralkan konflik.

Hasilnya? Perselisihan tetangga yang seharusnya bisa selesai lewat tabayun RT/RW justru meluas jadi konsumsi publik. Dari level kampung, naik ke media nasional, bahkan jadi obrolan dunia maya internasional.


Apakah Yai Mim Juga Punya Unsur NPD dan FOMO?

Kalau kita melihat dari sudut netral, tidak adil kalau semua beban kesalahan ditaruh hanya di pundak Sahara. Dalam konflik, biasanya kedua pihak punya peran.

Yai Mim mungkin tidak se-ekspresif Sahara di media sosial, tapi bisa saja ada sedikit unsur NPD maupun FOMO dalam sikapnya:

  • Dari sisi NPD: mungkin ada rasa ingin diakui benar, sulit untuk mengalah, atau tetap ingin posisinya dihormati sebagai tetua.
  • Dari sisi FOMO: bisa jadi Yai Mim tidak ingin terlihat kalah di depan masyarakat, sehingga tetap memberikan respon yang akhirnya memperpanjang perdebatan.

Meski tidak sekuat Sahara dalam menampilkan dirinya di medsos, sikap Yai Mim yang tetap menanggapi juga ikut memperbesar perhatian publik.

Artinya, konflik ini bukan hanya soal siapa yang “narsis” atau “takut kalah sorotan”, tapi bagaimana dua ego yang saling bertabrakan akhirnya menyulut drama yang jauh lebih besar.


Pelajaran dari Kasus Yai Mim vs Sahara

  1. Tabayun itu kunci. Kalau sejak awal RT/RW berperan adil dalam mediasi, konflik tak akan sebesar ini.
  2. NPD & FOMO memperkeruh konflik. Sifat ingin selalu menang ditambah takut kalah sorotan membuat masalah kecil jadi drama besar.
  3. Media sosial bukan tempat menyelesaikan masalah. Alih-alih memberi solusi, medsos justru memperbesar api konflik.
  4. Belajar rendah hati. Mengalah bukan berarti kalah, tapi tanda kedewasaan.

Penutup

NPD dan FOMO adalah fenomena nyata di era digital. Kasus Yai Mim vs Sahara hanyalah contoh bagaimana sifat narsistik dan rasa takut kehilangan perhatian bisa mengubah masalah sederhana menjadi drama besar di panggung publik.

Kalau kita mau jujur, baik Sahara maupun Yai Mim sama-sama terseret dalam pusaran ini. Bedanya hanya di cara mengekspresikan diri.

Daripada sibuk mencari siapa yang benar atau salah, yuk ambil hikmahnya: belajarlah untuk tabayun, rendah hati, dan tidak mudah mencari validasi di media sosial.

Karena pada akhirnya, hidup bukan soal siapa yang paling banyak dilihat, tapi siapa yang paling tulus menjaga hati. 🌿✨

Add a Comment