Kejahatan Itu Menular, Kebaikan Juga Bisa Menular: Mana yang Akan Berkuasa?

Pernahkah kita memperhatikan bagaimana sebuah perbuatan buruk bisa menyebar dengan begitu cepat? Seperti api yang membakar daun kering, kejahatan itu menular. Satu kebohongan yang dibiarkan, akan memunculkan kebohongan berikutnya. Satu tindakan zalim yang tidak dicegah, akan memunculkan tindakan zalim yang lebih besar. Tanpa kita sadari, sebuah kesalahan kecil bisa menjadi benih bagi lahirnya kejahatan yang lebih besar.

Namun, ada kabar baiknya. Kebaikan juga menular.
Senyum tulus yang kita berikan pada seseorang bisa mengubah mood mereka sepanjang hari. Sebuah kata yang penuh semangat bisa membuat orang lain termotivasi untuk berbuat baik. Satu kebaikan yang kita lakukan dengan ikhlas, bisa menginspirasi orang lain untuk melakukan hal yang sama, lalu terus bergulir seperti bola salju.


Ketika Kejahatan Dibiarkan

Masalahnya bukan sekadar ada kejahatan, tapi ketika tidak ada seorang pun yang mau menghentikannya.
Bayangkan jika dalam sebuah lingkungan ada satu orang yang berbuat curang. Awalnya, orang lain mungkin hanya diam, merasa itu bukan urusan mereka. Lama-lama, orang yang lain mulai berpikir:

“Kalau dia saja bisa curang dan tidak apa-apa, kenapa aku tidak ikut juga?”

Maka terjadilah efek domino.
Satu kejahatan berubah menjadi budaya. Bahkan yang awalnya tidak berniat jahat pun ikut terlibat karena merasa itu sudah menjadi “hal biasa”. Pada titik ini, kebaikan tidak lagi berdaya, karena tidak ada yang berani bersuara.

Sejarah sudah mencatat banyak contoh.
Kerajaan yang besar hancur bukan karena musuh dari luar, tetapi karena kerusakan moral dari dalam. Korupsi yang dibiarkan, kezaliman yang diabaikan, kebohongan yang dianggap lumrah — semua ini adalah tanda-tanda kehancuran yang sudah di depan mata.


Kebaikan Butuh Keberanian

Kebaikan memang bisa menular, tetapi butuh seseorang yang memulainya.
Jika kita hanya menunggu orang lain untuk bertindak, mungkin yang akan datang justru orang-orang yang membawa keburukan.

Rasulullah ﷺ pernah bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:

“Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu juga, maka dengan hatinya — dan itu adalah selemah-lemahnya iman.”

Hadits ini mengajarkan bahwa diam bukan pilihan.
Setiap orang punya tanggung jawab sesuai kemampuannya. Jika satu orang berani berdiri, maka orang lain akan terinspirasi. Inilah cara kebaikan menular dan berkembang.


Menunggu Kehancuran atau Mengubah Arah

Jika kejahatan terus dibiarkan, ujungnya hanya dua: kehancuran dan akhir kehidupan.
Kehancuran ini bukan sekadar dalam bentuk bencana atau keruntuhan fisik, tapi juga hancurnya hati dan moral manusia.
Saat itu terjadi, kebaikan menjadi sulit tumbuh karena tanahnya sudah dipenuhi racun keburukan.

Namun, kita selalu punya pilihan.
Kita bisa memulai dari hal yang sederhana:

  • Menjadi contoh yang baik dalam lingkungan terdekat.
  • Berani berkata benar walau tidak populer.
  • Menolak ikut dalam budaya curang dan zalim.
  • Memberikan dukungan pada mereka yang berjuang menegakkan kebenaran.

Setiap tindakan kecil yang kita lakukan bisa menjadi benih kebaikan yang akan tumbuh, berkembang, dan akhirnya melawan kejahatan yang menular.


Penutup

Kejahatan dan kebaikan adalah seperti dua virus yang berbeda.
Keduanya bisa menular, tetapi yang lebih kuat akan menguasai. Jika kita membiarkan kejahatan tanpa ada perlawanan, maka ia akan berkembang biak dan menghancurkan segalanya.
Namun, jika kita berani menebar kebaikan, satu per satu, maka harapan akan selalu ada.

Pertanyaannya sekarang:
Apakah kita akan diam dan menunggu kehancuran, atau memulai langkah kecil untuk menulari dunia dengan kebaikan? 🌱


Add a Comment