Jalan Rusak, Kekuasaan Menggeliat

Ketika Partai Turun Tangan, RT Diam, dan BPD Dapat Fasilitas

“Kami bukan menolak jalan diperbaiki. Tapi kami bertanya-tanya: ke mana suara RT dan RW kami selama ini? Kenapa bukan developer yang disuruh bertanggung jawab? Kenapa malah partai politik yang datang membawa material cor, dan ketua BPD tiba-tiba punya rumah di blok strategis?”

🚧 Jalan Perumahan: Masalah Lama, Solusi yang Salah Arah?

Di sebuah kompleks perumahan kelas menengah yang sejuk di pinggiran kota, warga menghadapi problem klasik: jalan rusak, konblok menganga, dan saluran air mampet. Keluhan muncul di mana-mana: dari grup WhatsApp warga hingga pengurus RT.

Namun yang terjadi bukan pengaduan ke pengembang, bukan pertemuan resmi, bukan mediasi lingkungan.

Justru senyap.

RT dan RW seolah menghindar. Tak ada surat teguran, tak ada koordinasi. Dan anehnya, partai politik justru datang lebih dulu, membawa truk material dan alat cor jalan.

🧱 Ketika Developer Dibiarkan Pergi

Padahal menurut hukum, developer memiliki tanggung jawab penuh atas pembangunan dan penyerahan prasarana seperti jalan dan taman kepada pemerintah daerah. Ini ditegaskan dalam:

Permen PUPR No. 11/PRT/M/2019,

dan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Pasal 35 dan 38).

Namun di banyak kasus, termasuk kompleks ini, developer seolah menghilang begitu rumah selesai dijual. Mereka meninggalkan jalan rusak dan tanggung jawab yang tidak selesai.

Dan RT/RW? Diam.

🏛️ Partai Politik Masuk Mengisi Kekosongan

Ketika warga sudah frustasi, partai politik datang bak penyelamat. Mereka bawa truk berisi semen dan batu split, menyewa tukang lokal, dan memperbaiki dua blok utama jalan rusak. Semua terekam, tersebar, dan diberi stempel digital: “Bakti Kami untuk Warga”.

Warga sebagian besar senang. Tapi ada yang mulai curiga:

Apakah ini murni bantuan?

Atau bagian dari strategi kampanye terselubung?

Artikel Tirto.id tahun 2023 dengan judul “Saat Jalan Perumahan Diperbaiki, Siapa Untung?” menyebut praktik semacam ini sebagai politik pencitraan di lapangan infrastruktur ringan.

🎭 Ketua BPD: Dapat Rumah, Warga Dapat Pertanyaan

Ternyata, Ketua BPD di kompleks tersebut adalah kader partai yang sama. Ia mendapat fasilitas rumah di blok paling strategis, dengan alasan “agar lebih dekat dengan warga”.

Warga pun mulai menduga:

Apakah ini barter politik?

Apakah Ketua BPD sengaja membiarkan developer lepas tangan?

Dan mengapa posisi BPD justru digunakan untuk memfasilitasi agenda partai?

Artikel Jurnal Pemerintahan Desa (Dwi Ratna Sari, 2021) mencatat bahwa konflik kepentingan antara posisi BPD dan afiliasi politik sering kali membuat BPD kehilangan netralitasnya.

🧠 Siapa Diuntungkan, Siapa Dirugikan?

Aktor Keuntungan yang Didapat

Developer Lepas tanggung jawab tanpa sanksi, tidak perlu perbaiki jalan
RT/RW Hindari konflik, tetap nyaman di posisi, tapi hilang legitimasi warga
Partai Politik Dapat citra positif, panen suara, dan legitimasi sosial murah meriah
Ketua BPD Rumah strategis, jaringan politik, dan pengaruh lokal meningkat
Warga Jalan diperbaiki, tapi mereka jadi objek narasi dan alat kampanye

⚠️ Risiko Sosial dan Politik

🔇 Kebungkaman Struktural
Tak ada yang benar-benar membela hak warga karena semua sudah terserap dalam jaringan kekuasaan.

🧯 Terciptanya Elite Baru
Ketua BPD jadi penguasa informal yang kuat bukan karena kinerja, tapi karena afiliasi politik.

🛑 Mandeknya Demokrasi Lingkungan
RT/RW yang seharusnya non-partisan kini lebih sibuk menjaga harmoni partai.

🎭 Simulasi Pelayanan Publik
Warga melihat jalan diperbaiki, tapi tidak sadar bahwa negara sedang absen digantikan agenda politik.

📌 Refleksi: Jalan Halus, Tapi Hati Warga Terganggu

Sekarang jalan sudah halus. Tapi prosesnya membuat warga resah.

Bukan soal aspalnya. Tapi tentang siapa yang sebenarnya memegang kendali, siapa yang mengambil keputusan tanpa partisipasi, dan siapa yang mendulang keuntungan dari diamnya struktur lingkungan.

“Yang rusak bukan hanya jalan. Tapi juga etika, keberanian, dan struktur sosial yang seharusnya melindungi warga.”


📚 REFERENSI ARTIKEL DAN REGULASI PENDUKUNG

🏗️ 1. Tanggung Jawab Developer dan Serah Terima PSU

Permen PUPR No. 11/PRT/M/2019
Tentang Sistem Manajemen Pengelolaan PSU

“Pengembang wajib membangun dan menyerahkan PSU seperti jalan, saluran air, dan taman kepada pemerintah daerah setelah memenuhi ketentuan teknis.”

UU No. 1 Tahun 2011
Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, Pasal 35 dan 38.


🏘️ 2. Peran RT/RW dan Kader Partai dalam Pengelolaan Lingkungan

Permendagri No. 18 Tahun 2018
Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa

RT/RW adalah bagian dari LKD yang tidak boleh secara struktural menjadi alat partai.

Artikel: “Politik Lingkungan dan Afiliasi Kader di Tingkat RT/RW”
oleh Irfan Mujahidin, Jurnal Politik Lokal, 2022


🏛️ 3. Peran dan Konflik Kepentingan BPD

UU No. 6 Tahun 2014
Pasal 55–62: BPD berfungsi mengawasi kinerja Kepala Desa dan menyerap aspirasi warga.

Artikel: “BPD dan Kepentingan Politik dalam Pemerintahan Desa”
oleh Dwi Ratna Sari, Jurnal Pemerintahan Desa, 2021


📉 4. Politik Anggaran dan Dana Aspirasi

Artikel: “Pokir dan Politik Anggaran di Tingkat Daerah”
oleh R. Hidayat, Kompasiana, 2021

Pokir anggota dewan kerap digunakan untuk kegiatan fisik seperti jalan lingkungan, dengan risiko disalahgunakan.

Laporan ICW 2022

37% pokir digunakan untuk proyek jalan, tanpa transparansi yang memadai.


📌 Tambahan Jurnalistik

“Saat Jalan Perumahan Diperbaiki, Siapa Untung?” — Tirto.id, 2023

“Warga Gotong Royong, Developer Menghilang” — Tempo.co, 2022

Add a Comment