Gorong-Gorong Desa: Antara Ciri Kota, Tenggat Anggaran, Transparansi, Status Desa, dan Beban Pemerintah
🌧️ Pembangunan saluran air atau gorong-gorong di desa sering kali menimbulkan pertanyaan. Apalagi jika proyek dimulai di musim hujan. Apakah ini sekadar meniru pola pembangunan kota, atau karena anggaran harus segera dihabiskan sebelum tahun berganti? Lebih jauh lagi, muncul gagasan: jika desa ingin seperti kota, apakah sebaiknya desa berubah menjadi kelurahan? Dan bagaimana dengan beban pemerintah dalam mengalokasikan dana desa?
🏙️ Kota Turun ke Desa: Adaptasi atau Sekadar Meniru?
- Di kota, pembangunan drainase dilakukan untuk mengatasi masalah mendesak seperti banjir.
- Desa memiliki karakter berbeda: tanah lebih luas, aliran air lebih alami, dan masyarakat lebih mengandalkan gotong royong.
- Meniru kota tanpa penyesuaian bisa membuat pembangunan tidak sesuai kebutuhan.
💰 Anggaran yang Mengejar Waktu
- Banyak proyek baru digulirkan menjelang akhir tahun karena anggaran harus segera terserap.
- Pekerjaan terburu-buru di musim hujan berisiko menurunkan kualitas.
- Akibatnya, saluran air cepat rusak dan masyarakat kembali menghadapi banjir.
🪧 Papan Proyek: Transparansi yang Wajib Ada
Papan proyek adalah wajah keterbukaan pembangunan. Tanpa papan proyek, masyarakat akan bertanya-tanya: siapa yang membangun, berapa biayanya, dan dari mana anggaran berasal.
Isi papan proyek biasanya mencakup:
- Nama kegiatan
- Sumber anggaran (desa, kabupaten, provinsi, atau pusat)
- Nilai anggaran
- Pelaksana/kontraktor
- Waktu dan lama pengerjaan
Dengan papan proyek, masyarakat bisa mengawasi, menuntut akuntabilitas, dan merasa dilibatkan.
🏛️ Wewenang Jalan dan Kebijakan
- Jalan desa → anggaran dari APBDes
- Jalan kabupaten → anggaran dari APBD kabupaten
- Jalan provinsi → anggaran dari APBD provinsi
- Jalan nasional → anggaran dari APBN pusat
Semua bergantung pada musyawarah dan kebijakan yang sudah ditetapkan.
📌 Pentingnya Perencanaan Tepat Guna
- Waktu pelaksanaan sebaiknya di musim kemarau.
- Desain teknis harus sesuai kondisi tanah dan aliran air.
- Pemeliharaan jelas: siapa yang bertanggung jawab setelah proyek selesai.
- Partisipasi warga sejak awal agar merasa memiliki.
🔄 Desa atau Kelurahan?
Jika desa ingin benar-benar seperti kota, ada baiknya dipertimbangkan untuk berubah status menjadi kelurahan.
- Kelurahan dipimpin oleh lurah yang merupakan ASN (Aparatur Sipil Negara).
- Dengan ASN, tata kelola lebih profesional, administrasi lebih tertib, dan sumber daya manusia lebih terarah.
- Kemandirian desa bisa lebih nyata karena struktur birokrasi kelurahan mengikuti standar kota.
- Namun, perubahan status juga berarti hilangnya sebagian otonomi desa yang selama ini berbasis musyawarah dan gotong royong.
⚖️ Beban Pemerintah dan Pencegahan Korupsi
- Dengan adanya dana desa, pemerintah pusat menanggung beban besar untuk mengalokasikan anggaran ke ribuan desa di seluruh Indonesia.
- Jika desa berubah menjadi kelurahan, beban pemerintah pusat dalam menyalurkan dana desa bisa berkurang, karena kelurahan langsung dibiayai melalui APBD kabupaten/kota.
- Hal ini juga dapat mengurangi potensi korupsi, karena pengelolaan anggaran lebih terpusat dan diawasi oleh ASN dengan sistem birokrasi yang lebih ketat.
- Transparansi melalui papan proyek dan pengawasan masyarakat tetap penting agar dana benar-benar digunakan sesuai kebutuhan.
🌱 Kesimpulan
Pembangunan gorong-gorong di desa bukan hanya soal teknis, tapi juga soal filosofi pembangunan. Apakah desa hanya meniru kota, mengejar tenggat anggaran, atau benar-benar ingin bertransformasi menjadi kelurahan?
Jawabannya kembali pada perencanaan yang tepat guna, transparansi melalui papan proyek, status kelembagaan desa, dan efisiensi anggaran pemerintah. Dengan musyawarah yang matang, pembangunan tidak hanya menjadi proyek fisik, tetapi juga menjadi warisan bersama yang bermanfaat jangka panjang, sekaligus meringankan beban pemerintah dan menutup celah korupsi. (ds)

