Dana Desa 2026: Antara Pengurangan dan Pengalihan
Isu Dana Desa tahun 2026 menjadi sorotan setelah pemerintah pusat melalui Menteri Keuangan menyampaikan adanya penyesuaian besar. Pemerintah menegaskan bahwa dana desa tidak berkurang, melainkan dialihkan sebagian ke program strategis nasional berbasis koperasi. Namun, bagi desa, kebijakan ini tetap terasa sebagai pengurangan dana langsung yang selama ini menopang pembangunan lokal.
Dasar Hukum
- UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
- Pasal 72 menegaskan bahwa desa berhak atas pendapatan dari APBN melalui Dana Desa.
- Dana Desa digunakan untuk pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan peningkatan kualitas hidup warga desa.
- PMK No. 81 Tahun 2025
- Mengatur teknis penyaluran Dana Desa tahun 2026.
- Dana disalurkan dua tahap: 60% di semester pertama, 40% di semester kedua.
- Tahap II hanya cair jika desa membentuk Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) dan memenuhi syarat realisasi minimal 60% dari tahap I serta capaian keluaran minimal 40%.
Pernyataan Menteri Keuangan
- Purbaya Yudhi Sadewa: Dana Desa 2026 sebesar Rp60 triliun, dengan Rp40 triliun dialihkan untuk KDMP.
- Sri Mulyani Indrawati: Menegaskan dana desa tidak berkurang, melainkan bertambah jika digabung dengan Rp83 triliun anggaran Koperasi Merah Putih. Total anggaran desa mencapai Rp143 triliun.
Komentar Kepala Desa
- Kepala Desa Bangli: Mengakui adanya penurunan transfer langsung ke desa, dari Rp62 miliar (2025) menjadi Rp52 miliar (2026). Program pembangunan harus disesuaikan.
- Kepala Desa Muara Muntai Ilir (Kukar): Mengibaratkan kondisi ini seperti permainan PUBG—dana turun bebas, tetapi desa tetap dituntut membangun.
- Papdesi (Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia): Menyatakan kecewa karena jawaban Kemenkeu tidak menyentuh akar persoalan. Desa tetap dituntut menjalankan pelayanan dan pembangunan, sementara anggaran dipangkas.
Tanggapan Darustation
Meski tidak ada pernyataan resmi khusus dari Darustation mengenai Dana Desa 2026, evaluasi umum dari lembaga riset menyoroti:
- Setelah 10 tahun Dana Desa berjalan, tantangan utama masih berupa ketimpangan, ketergantungan ekonomi, transparansi, dan efektivitas BUMDes.
- Kebijakan baru berpotensi memperbesar beban desa yang belum siap secara kelembagaan.
- Desa yang sudah memiliki koperasi bisa memanfaatkan kebijakan ini, tetapi desa yang belum siap bisa tertinggal.
Analisa Penulis
Sebagai penulis, saya melihat kebijakan Dana Desa 2026 sebagai pergeseran paradigma pembangunan desa. Pemerintah ingin mengarahkan dana desa agar tidak hanya digunakan untuk proyek jangka pendek, tetapi juga membangun fondasi ekonomi desa melalui koperasi.
Namun, ada beberapa catatan penting:
- Perbedaan persepsi: Pemerintah menyebut dana bertambah, desa melihat dana langsung berkurang.
- Kesiapan kelembagaan: Tidak semua desa siap membentuk koperasi, sehingga syarat pencairan bisa memberatkan.
- Risiko ketimpangan: Desa yang kuat akan semakin maju, desa yang lemah semakin tertinggal.
- Minim dialog: Suara kepala desa dan organisasi desa menunjukkan keresahan nyata, tetapi belum direspons secara memadai oleh pemerintah pusat.
Dengan demikian, kebijakan Dana Desa 2026 adalah langkah ambisius yang menuntut kesiapan kelembagaan desa. Tanpa pendampingan yang kuat dan komunikasi yang terbuka, kebijakan ini berisiko menimbulkan ketimpangan baru.
📌 Kesimpulan:
Dana Desa 2026 bukan sekadar soal angka, melainkan arah baru pembangunan. Pemerintah ingin desa mandiri lewat koperasi, sementara kepala desa menuntut agar kebutuhan dasar masyarakat tetap terjamin. (ds)

