Cahaya Ketaqwaan dan Kegelapan Maksiat

Kitab : NUR TAQWA WA ZHULUMATIL MA’ASHI

Karya Syaikh Ali Al-Qahtani

Cahaya Ketaqwaan dan Kegelapan Maksiat
Bahaya Kemaksiatan terhadap Jiwa dan Akal
Bersama: Ustadz Umar Latif
Waktu: Ba’da Ashar, Sabtu 3 Mei 2025
Tempat: Masjid Nurul Iman

Mukadimah

Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan cahaya hidayah dan membimbing manusia melalui wahyu-Nya. Shalawat dan salam tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, sang pembawa risalah dan cahaya petunjuk.
Pada kesempatan ini, kita akan membahas sebuah tema penting dari kitab Nur Taqwa wa Zhulumatil Ma’ashi, yakni tentang perbedaan besar antara cahaya taqwa dan kegelapan maksiat.

1. Kemaksiatan Menumbuhkan Kehinaan dan Meruntuhkan Harga Diri

Kemaksiatan bukan hanya sebuah pelanggaran terhadap perintah Allah, tetapi juga racun spiritual yang perlahan merusak kehormatan diri.
Dosa membuat hati gelisah, menghilangkan rasa percaya diri yang benar, dan menumbuhkan keberanian dalam kesalahan.

Saat dosa dilakukan terus-menerus, seseorang bisa merasa “nyaman” dalam kesesatan.
Rasa malu pun lenyap, dan aib menjadi biasa.

“Dan kamu akan melihat orang-orang yang berdosa tunduk ketakutan di hadapan Tuhan mereka…”
(QS. As-Sajdah: 12)

Orang yang dulunya sensitif terhadap dosa, perlahan menjadi kebal dan tak merasa bersalah.
Ini adalah awal dari kehancuran moral.

2. Dosa Merusak Akal dan Cahaya Fitrah

Allah memberikan akal untuk membedakan yang haq dan yang batil. Namun dosa, terutama yang dilakukan terus-menerus, akan memadamkan cahaya akal.

Akal menjadi tumpul, nurani menjadi gelap, dan hawa nafsu menguasai cara berpikir.

Orang yang kehilangan akal sehat disebut dalam Qur’an sebagai sufaha’ (orang bodoh), karena tidak lagi bisa melihat kebenaran, bahkan menolaknya.

Syariat hadir untuk menjaga akal melalui ilmu, zikir, dan rasa malu.

3. Menumbuhkan Rasa Malu: Cermin Iman dan Hidupnya Hati

Rasa malu adalah pengawal iman. Jika rasa malu mati, maka tidak ada lagi penghalang antara seseorang dan dosa.

Nabi SAW bersabda:

“Jika engkau tidak punya rasa malu, maka lakukanlah sesukamu.”
(HR. Bukhari)

Malu adalah benteng terakhir dalam diri seseorang.
Ketika akal mulai kabur dan ilmu diabaikan, malulah yang menjadi penjaga terakhir dari kemaksiatan.

4. Menjaga Otak dan Perut: Jalan Keselamatan Dunia-Akhirat

Dua sumber utama maksiat adalah otak yang kotor dan perut yang tidak dijaga.
Makanan haram atau yang subhat akan merusak jiwa, menajamkan syahwat, dan membunuh spiritualitas.

Perut yang rakus, otak yang kotor—itulah jalan menuju kerusakan moral.

“Katakanlah, tidak sama antara yang baik dan yang buruk, walaupun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu…”
(QS. Al-Maidah: 100)

Hati yang diberi makan dari rezeki haram tidak akan peka terhadap kebaikan dan kebenaran.

5. Ingat Kematian: Penumbuh Rasa Malu dan Kontrol Diri

Mengingat mati adalah nasihat terbesar bagi hati.
Ia menumbuhkan rasa malu, kehati-hatian, dan rasa tanggung jawab di hadapan Allah.

“Setiap jiwa akan merasakan mati…”
(QS. Ali Imran: 185)

“Apakah manusia mengira mereka dibiarkan berkata ‘kami beriman’ tanpa diuji?”
(QS. Al-Ankabut: 2)

Kematian tidak menunggu usia, jabatan, atau kesiapan.
Ia datang kepada siapa pun yang telah habis ajalnya.

Penutup: Solusi Menghadapi Kegelapan Maksiat

Barang siapa terus menerus dalam dosa, maka:

  • Akalnya menjadi gelap
  • Rasa malunya mati
  • Taqwanya sirna
  • Kehinaan akan menyelimuti hidupnya

Solusi yang ditawarkan syariat:

  1. Kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah
  2. Menguatkan rasa malu
  3. Menjaga makanan, akal, dan hawa nafsu
  4. Merenung tentang kematian dan akhirat

Doa Penutup

“Ya Allah, hidupkan hati kami dengan cahaya taqwa, dan jauhkan kami dari kegelapan dosa.
Berikan kami kekuatan untuk menjaga akal dan rasa malu, serta istiqamah dalam iman hingga akhir hayat.” (ds)

Add a Comment