Belajar dari Jatuhnya Gus Miftah: Kebiasaan yang Membawa Maut dan Pentingnya Ilmu serta Adab dalam Mengayomi Masyarakat
|Dalam perjalanan hidup, bahkan tokoh agama sekaliber Gus Miftah pun tidak luput dari ujian. Salah satu pelajaran berharga yang dapat kita ambil adalah bagaimana setiap ucapan dan tindakan, terutama dari seorang pemimpin atau tokoh masyarakat, memiliki dampak yang besar. Peristiwa jatuhnya reputasi seseorang akibat ucapan yang kurang bijaksana menjadi pengingat pentingnya menjaga lisan, menghindari kebiasaan buruk, dan menjunjung tinggi ilmu serta adab, khususnya dalam menjalankan amanah untuk mengayomi masyarakat.
Jatuhnya Gus Miftah: Pelajaran dari Ucapan yang Tidak Dijaga
Gus Miftah dikenal sebagai seorang pendakwah yang inklusif dan penuh toleransi. Namun, dalam beberapa kesempatan, ucapannya menuai kritik tajam dari masyarakat karena dianggap kontroversial atau tidak sesuai dengan nilai-nilai yang diharapkan dari seorang tokoh agama. Dari peristiwa ini, kita dapat memetik pelajaran:
- Pentingnya Menjaga Ucapan
Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim). Ucapan yang keluar dari seorang pemimpin atau tokoh agama memiliki dampak yang lebih luas dibandingkan dengan ucapan orang biasa. Sekali ucapan tersebut menyakiti atau menyinggung, sulit untuk mengembalikan kepercayaan yang telah hilang. - Ucapan Tanpa Pertimbangan
Bisa Membawa Maut
Dalam arti simbolis, “maut” bisa berarti jatuhnya martabat, kehormatan, atau kepercayaan. Kebiasaan berbicara tanpa pertimbangan atau asal menanggapi isu yang sensitif dapat menghancurkan reputasi yang telah dibangun dengan susah payah.
Kebiasaan yang Membawa Maut: Introspeksi dari Kesalahan
Sebagai manusia, kita semua bisa terjebak dalam kebiasaan buruk yang tidak disadari, termasuk dalam berbicara. Kebiasaan buruk ini, jika dibiarkan, bisa membawa “maut” bagi hubungan sosial, karier, atau bahkan amanah yang diemban.
- Kebiasaan Berbicara Tanpa
Berpikir Panjang
Salah satu kebiasaan yang sering membawa masalah adalah berbicara tanpa memperhatikan dampaknya. Dalam konteks publik, setiap kata harus dipilih dengan hati-hati karena bisa memengaruhi banyak orang. - Mengabaikan Kritik dan
Nasihat
Gus Miftah sendiri kerap mengingatkan pentingnya keterbukaan terhadap kritik. Namun, jika seorang pemimpin atau tokoh masyarakat terbiasa mengabaikan kritik, ia akan kehilangan kesempatan untuk memperbaiki diri. - Tidak Menyelaraskan
Perkataan dan Perbuatan
Kredibilitas seorang pemimpin terletak pada keselarasan antara apa yang ia ucapkan dengan apa yang ia lakukan. Ketidaksesuaian di antara keduanya bisa menggerus kepercayaan masyarakat.
Ilmu dan Adab: Kunci dalam Menjalankan Amanah
Dari pengalaman Gus Miftah, kita diingatkan bahwa ilmu dan adab adalah dua hal yang tidak boleh dilepaskan, terutama bagi mereka yang diberi amanah untuk mengayomi masyarakat.
- Ilmu: Landasan untuk
Mengambil Keputusan
Dalam mengemban amanah, seorang pemimpin membutuhkan ilmu agar setiap keputusan yang diambil memiliki dasar yang kuat. Ilmu juga membantu seseorang memahami konteks dan sensitivitas isu, sehingga mampu berbicara dengan bijaksana. - Adab: Pengendali Perilaku
dan Ucapan
Adab adalah akhlak yang menjadi penuntun dalam bertindak dan berbicara. Dengan adab, seorang pemimpin akan mampu menyampaikan pesan yang tegas tanpa menyakiti, serta membangun hubungan yang harmonis dengan masyarakat.
Belajar dari Kesalahan: Memperbaiki Diri dan Amanah
Kesalahan adalah bagian dari kehidupan, tetapi bagaimana seseorang memperbaiki diri setelahnya adalah yang paling penting. Gus Miftah, meskipun sempat menuai kritik, menunjukkan keteladanan dengan tetap berusaha memperbaiki dirinya dan mendengarkan masukan dari masyarakat. Hal ini mengajarkan kita bahwa:
- Kesalahan Bukan Akhir, Tapi
Awal untuk Belajar
Kesalahan bisa menjadi batu loncatan untuk menjadi lebih baik jika dihadapi dengan sikap rendah hati dan keterbukaan. - Pentingnya Mendengar Suara
Masyarakat
Pemimpin yang bijak adalah mereka yang mampu mendengarkan, bukan hanya berbicara. Dengan mendengar, pemimpin dapat memahami kebutuhan dan harapan masyarakat yang dipimpinnya.
Kesimpulan
Peristiwa jatuhnya Gus Miftah akibat ucapan yang tidak terjaga adalah pengingat bagi kita semua bahwa amanah dalam mengayomi masyarakat harus dijalankan dengan hati-hati, menjunjung tinggi ilmu, dan berlandaskan adab. Kebiasaan buruk seperti berbicara tanpa berpikir atau mengabaikan kritik dapat membawa kehancuran, bahkan “maut” dalam arti kehilangan kepercayaan.
Sebagai manusia, kita harus belajar untuk menjaga lisan, menghindari kebiasaan buruk, dan terus memperbaiki diri. Bagi para pemimpin, ilmu dan adab adalah kunci untuk menjalankan amanah dengan baik, sehingga dapat menjadi teladan yang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Semoga kita semua mampu mengambil pelajaran dari pengalaman ini dan terus berusaha menjadi pribadi yang lebih baik. (DS)