Banjir di Jabodetabek: Apa yang Sebenarnya Terjadi?
|Jabodetabek kembali dilanda banjir! Seolah menjadi agenda tahunan, beberapa wilayah di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi terendam air akibat hujan deras yang mengguyur sejak beberapa hari terakhir. Banyak warga yang bertanya-tanya: mengapa banjir ini terus terjadi, dan apakah ada solusi nyata untuk mengatasinya?

Curah Hujan Ekstrem dan Drainase yang Buruk
Tidak bisa dipungkiri, faktor utama penyebab banjir kali ini adalah curah hujan yang sangat tinggi. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat bahwa intensitas hujan dalam beberapa hari terakhir masuk kategori ekstrem. Namun, hujan deras saja seharusnya tidak langsung membuat kota tenggelam, bukan?
Sayangnya, masalah klasik seperti buruknya sistem drainase, sungai yang dipenuhi sampah, serta alih fungsi lahan hijau menjadi bangunan beton memperburuk keadaan. Sungai yang seharusnya menjadi jalur alami air kini meluap karena sedimentasi dan sampah yang menumpuk.
Urbanisasi dan Alih Fungsi Lahan
Pertumbuhan kota yang pesat juga menjadi faktor besar dalam permasalahan ini. Kawasan resapan air terus berkurang, digantikan oleh perumahan, apartemen, dan pusat perbelanjaan. Akibatnya, air hujan yang seharusnya terserap ke dalam tanah malah langsung mengalir ke permukaan, menyebabkan genangan yang sulit surut.
Fenomena La Nina dan Perubahan Iklim
Dampak perubahan iklim juga tidak bisa diabaikan. Fenomena La Nina yang sedang berlangsung meningkatkan curah hujan di wilayah tropis, termasuk Indonesia. Kombinasi dari faktor ini membuat curah hujan lebih tinggi dari biasanya, meningkatkan risiko banjir di kota-kota besar.
Tanggapan Gubernur Jawa Barat dan DKI Jakarta
Gubernur Jawa Barat dan DKI Jakarta telah memberikan tanggapan terkait banjir yang terjadi. Mereka menekankan pentingnya koordinasi antarwilayah dalam pengelolaan air, serta penegakan aturan tata kota yang lebih ketat untuk mengurangi dampak banjir. Salah satu langkah awal yang diambil adalah mempercepat pengerukan sungai dan memperbanyak ruang terbuka hijau sebagai daerah resapan air.
Pendapat M. Sobari dari Darustation
Menurut M. Sobari dari Darustation, “Air selalu mencari tempat yang rendah, sehingga tempat yang rendah seharusnya menjadi tempat penampungan air atau dikembalikan fungsinya sebagai daerah resapan.” Regulasi pemerintah perlu dijadikan acuan utama dalam menata tata kota yang lebih baik, sehingga dapat meminimalisir dampak banjir di masa depan.
Solusi? Tidak Semudah Itu!
Banyak solusi telah diajukan, mulai dari normalisasi sungai, pembangunan sumur resapan, hingga penegakan aturan tata ruang yang lebih ketat. Namun, realisasi di lapangan masih jauh dari harapan. Selain itu, partisipasi masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan juga sangat penting. Percuma punya sistem drainase canggih jika sampah masih dibuang sembarangan.
Lalu, sampai kapan kita akan terus menghadapi masalah yang sama setiap tahun? Apakah ini akan menjadi rutinitas tahunan yang selalu kita keluhkan tanpa ada perubahan berarti?
Saatnya semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat, benar-benar serius menangani persoalan banjir ini. Kalau tidak, siap-siap saja menghadapi banjir lagi di tahun-tahun mendatang!(DS)