Arogansi Ketua BPD Daru Ridwan Wahyudi
|Ketua BPD Daru tidak memahami fungsi jabatannya. Hal ini menjadi daya tarik adalah untuk mengambil alih program kegiatan dari komunitas masyarakat menjadi kegiatan BPD meskipun secara fungsi organisasi tidak sesuai dengan keberadaannya sebagai pengawasan pemerintahan desa. Tindakan yang dilakukan dengan cara arogan.
Desa Daru yang berada di Kecamatan Jambe, Kabupaten Tangerang. Sejak dulu sudah sangat di kenal dengan adanya Stasiun Daru. Dimana keberadaannya sangat menunjang untuk perkembangan sarana moda transportasi yang berbasis rel di wilayah Provinsi Banten.
Melalui komunitas yang berbasis pedesaan dan di dukung dengan adanya media sosial di facebook dan instagram @darustation serta website www.darustation.com tentunya Daru Station Community (DSC) dapat terjangkau luas seluruh Indonesia bahkan sempai ke luar negeri, informasi yang berkembang dapat diketahui dengan cepat. Namun seiring waktu yang berkembang dan tentunya perlu adanya SDM (Sumber Daya Manusia) yang dapat menyesuaikan perkembangan tersebut.
DSC sejak awal Januari 2020 dilirik oleh Pemerintah Desa Daru dalam hal ini Ketua BPD (Badan Pemusyawaratan Desa) Daru Ridwan Wahyudi. Kita ikuti kemauannya untuk memajukan desa agar dapat memberikan partisipasi kontribusi yang baik buat masyarakat. Kebetulan sekali jaringan DSC cukup luas sehingga menjadi sesuatu yang diingininya.
Tentunya DSC meminta agar kita bermitra sehingga kedepannya jelas untuk kerjasamanya. Karena DSC sebagai komunitas tidak memiliki dana operasional dan hanya mengandalkan dana pribadi pengurusnya untuk operasional. Ini menjadikan misi sosial untuk memajukan desa secara independent.
DSC pada Tahun 2020 ini mempunyai 2 (dua) program yakni Perlengkapan Pembangunan Perlintasan Kereta Api Sebidang melalui Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Tangerang dan Program Kampung Iklim (Proklim) melalui DLHK (Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan) Kabupaten Tangerang. Program ini kita coba untuk di integrasi ke Program Desa Daru.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (“UU Desa”).
Badan Permusyawaratan Desa
Badan Permusyawaratan Desa (“BPD”) atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
Adapun fungsi BPD yaitu:
- membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa;
- menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan
- melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.
Anggota BPD merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah yang pengisiannya dilakukan secara demokratis. Masa keanggotaan BPD selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah/janji. Anggota BPD dapat dipilih untuk masa keanggotaan paling banyak 3 (tiga) kali secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.
Kewajiban dan Larangan Bagi Anggota BPD
Anggota BPD wajib:
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika;
b. melaksanakan kehidupan demokrasi yang berkeadilan gender dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
c. menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat Desa;
d. mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan/atau golongan;
e. menghormati nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat Desa; dan
f. menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan Desa.
Anggota BPD dilarang:
a. merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat Desa, dan mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat Desa;
b. melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
c. menyalahgunakan wewenang;
d. melanggar sumpah/janji jabatan;
e. merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan perangkat Desa;
f. merangkap sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (“DPR”), Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (“DPD”), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“DPRD”) Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan;
g. sebagai pelaksana proyek Desa;
h. menjadi pengurus partai politik; dan/atau
i. menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang.
Sesuai dengan hak dan kewajiban dari BPD, kami sebagai komunitas desa meminta kepada Ketua BPD Daru ini untuk mengkaji peraturan perundang-undangan desa. Sehingga dalam pelaksanaan tugas ini jangan tumpang tindih. Hal ini tetap tidak dihindahkan oleh Ketua BPD Daru ini bahkan semakin arogan. Kita yang dulu dicari olehnya dianggap anak buahnya dan harus menuruti perkataannya.
Kejadian pada hari Minggu, 8 Maret 2020 sesuai janji, kami ke Kantor Desa untuk langsung melaporkan perkembangan dari program kita agar menjadi bahan untuk diskusi dan solusi. Setelah menunggu dari jam 9.30 hingga jam 11.30 akhirnya apa yang berjanji tidak muncul.
Namun setelah itu Ketua BPD Daru Ridwan Wahyudi melalui handphone mengatakan,
“Ingat, Jika ingin bertemu dengan Kepala Desa harus melalui saya terlebih dahulu”.
Hal ini membuat kita tidak simpati lagi, karena justru Ketua BPD Daru ini sedang sibuk dengan urusan pribadinya, padahal pada saat tersebut hadir Ketua DSC dan Ketua RW 02.
Perkataan tidak sesuai dengan perbuatan yang dilakukan dengan wewenangnya semua bisa dikatakan “tidak” dan kami pun tidak keberatan untuk hal tersebut. Sehingga kami menunda program kampung iklim ini agar tepat sasaran dan berguna untuk masyarakat desa pada umumnya. Arogansi Ketua BPD Daru Ridwan Wahyudi bisa merusak perkembangan desa dan integritas desa di Kabupaten Tangerang. (MS)