TALK TO LEAD – Memimpin dengan Cerita, Bukan Sekadar Menyuruh

🖋️ Ditulis oleh: Mohamad Sobari

Di tengah era komunikasi digital dan disrupsi informasi, kemampuan berbicara tidak lagi cukup. Kita dituntut untuk menggerakkan orang lain—bukan dengan instruksi, melainkan dengan cerita. Inilah yang menjadi inti dari webinar “Talk to Lead: Teknik Memimpin Tanpa Terus Menyuruh”, yang disampaikan oleh Iqbal Fais, mantan presenter radio dan TV swasta, pada Minggu, 16 Juni 2025 pukul 19.30 WIB via Zoom.

Bercerita Bukan Sekadar Menghibur, Tapi Menggerakkan

Webinar ini membongkar salah kaprah banyak orang: bahwa berbicara sama dengan public speaking. Padahal, bercerita (storytelling) justru level yang lebih tinggi dari sekadar bicara. Storytelling adalah seni yang menyentuh emosi, membangun kepercayaan (trust), menyampaikan visi (vision), dan menyatukan tujuan (goals).

Iqbal Fais menyampaikan bahwa 50% kekuatan public speaking ada pada storytelling. Seorang pemimpin yang bisa bercerita dengan baik akan lebih mudah membentuk budaya kerja yang menggerakkan hati timnya, bukan hanya tubuhnya.

Mengapa Cerita Lebih Kuat dari Instruksi?

  • Cerita menyentuh jiwa. Data dan instruksi hanya menyentuh pikiran.
  • Cerita membentuk ikatan emosional. Orang akan mengingat kisahmu lebih lama daripada slide presentasimu.
  • Cerita adalah bahasa alami manusia. Sejak zaman purba, manusia duduk di sekeliling api unggun dan bertukar kisah. Bahkan 2/3 isi Al-Qur’an adalah kisah.

Contoh Menggugah: Anak Korban Perceraian

Salah satu cerita yang disampaikan dalam webinar ini adalah tentang anak yang harus pergi dan pulang sekolah sendirian karena ayahnya meninggalkan ibunya, dan ibunya harus bekerja. Cerita ini tidak hanya menyentuh hati, tetapi membuka kesadaran bahwa narasi pribadi lebih kuat dibandingkan perintah yang berulang-ulang.

Storytelling dan Fungsi Otak

Pemateri menunjukkan bahwa cerita mampu mengaktifkan bagian otak tertentu. Saat mendengarkan kisah, otak kita bekerja seperti sedang mengalami cerita itu sendiri. Inilah mengapa storytelling bisa membentuk perilaku dan keputusan seseorang.

Webinar – Zoom Meeting

Dari Komando ke Cerita

Perintah yang terus-menerus bisa membuat bawahan jenuh. Tapi jika dikemas dalam narasi yang relevan, pesan akan lebih mudah diterima. Misalnya:

  • Bukan: “Semua pekerja wajib pakai helm!”
  • Tapi: Ceritakan kisah pekerja yang selamat dari kecelakaan karena helmnya. Maka, pesan menjadi milik pendengar.

Kisah Nyata: Wardah dan Paragon

Salah satu contoh inspiratif yang dibagikan adalah kisah pemilik Wardah yang memulai dari nol, berjualan dari pintu ke pintu sejak tahun 1985, lalu mengalami kebangkrutan hebat. Tapi dari semua rintangan itu, dia bangkit dan membangun Paragon menjadi raksasa kosmetik nasional.

Ini bukan hanya cerita sukses. Ini adalah kisah perjuangan yang relatable, yang membuat audiens tersentuh dan terinspirasi.

Pola Cerita: S.T.O.R.Y

  • S (Situation): Situasi, konteks, tempat, waktu.
  • T (Tantangan): Apa rintangan atau konflik yang dihadapi.
  • O (Obstacle): Hambatan eksternal dan internal.
  • R (Resolution): Penyelesaian atau hasil.
  • Y (You): Tokoh utamanya adalah diri sendiri atau orang lain yang relevan.

Story yang Relevan = Pesan yang Mengena

Story yang baik adalah cerita yang tepat sasaran dan relevan dengan konteks audiens.
Misalnya, saat menyampaikan pentingnya kebersamaan keluarga, cukup cerita sederhana:

“Pagi ini saya bisa shalat Subuh berjamaah dengan anak saya. Rasanya luar biasa.”

Cerita pribadi seperti ini membentuk hubungan dan membuat audiens lebih terhubung.

Aristoteles: Etos, Logos, dan Patos

Dalam bukunya, Aristoteles menyebutkan tiga elemen penting dalam komunikasi:

  1. Etos: Kredibilitas pembicara. Apakah punya pengalaman, ilmu?
  2. Logos: Isi pesan. Apakah mudah dipahami?
  3. Patos: Emosi. Ini adalah elemen yang paling berpengaruh hingga 50%.

Ketika sebuah cerita mengandung emosi, maka jiwa audiens ikut bergerak. Bahkan jika mereka lupa isinya, mereka tetap akan ingat rasanya.

Inspirasi Menular

Inspirasi itu seperti virus. Ia menular. Tidak seperti motivasi yang sifatnya jangka pendek, inspirasi berdampak jangka panjang. Orang akan terus melangkah karena terinspirasi dari kisah yang disampaikan.

Ayah yang Pendiam, Pemimpin yang Bisu?

Di akhir sesi, Iqbal Fais menyampaikan pentingnya seorang pemimpin, bahkan seorang ayah, untuk bisa bicara. Jangan jadi “ayah pembisu” di rumah. Ketika di kantor bisa memimpin tim, maka di rumah harus bisa memimpin dengan bicara. Jangan biarkan budaya diam menutup komunikasi dengan keluarga.

Seorang pemimpin yang tidak bisa bercerita, tidak akan mampu memimpin dengan hati.

Penutup: Cerita adalah Jiwa dari Kepemimpinan

Cerita yang jujur, mengalir dari pengalaman pribadi atau dari kisah yang relevan, bisa menggerakkan tim lebih kuat daripada puluhan slide PowerPoint. Pemimpin sejati adalah pengumpul kisah, bukan pembaca slide.

Latihlah diri untuk bercerita. Mulailah dari lingkup kecil. Dengarkan lebih banyak cerita orang lain. Karena dari mendengar, kita belajar menyusun cerita. Dari cerita, kita menggerakkan dunia.

“Practise makes progress.”

Add a Comment