Kajian Islam: Pentingkah Ikut Pilkada 2024? Hak, Kewajiban, dan Sikap Golput atau Mencoblos Semua Pilihan

Pilkada 2024 menjadi momen penting bagi rakyat Indonesia untuk menentukan pemimpin di tingkat daerah. Dalam Islam, kepemimpinan adalah amanah yang sangat besar, sehingga memilih pemimpin tidak hanya menjadi hak tetapi juga dianggap sebagai bagian dari tanggung jawab moral. Namun, bagaimana jika umat merasa tidak ada kandidat yang layak dipilih? Apakah tidak memilih atau mencoblos semua pilihan dapat dibenarkan dalam Islam?

Hak dan Kewajiban Memilih dalam Islam

  1. Hak Memilih
    Islam menekankan pentingnya musyawarah (syura) dalam pengambilan keputusan, termasuk dalam memilih pemimpin. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
    “Dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka.” (QS. Asy-Syura: 38)
    Berpartisipasi dalam Pilkada adalah salah satu cara umat berkontribusi dalam musyawarah besar untuk memilih pemimpin yang akan mengelola kemaslahatan bersama.
  2. Kewajiban Memilih
    Sebagian ulama memandang memilih pemimpin sebagai fardhu kifayah, yaitu kewajiban kolektif yang harus dilakukan sebagian umat untuk mencegah keburukan dan menjaga kebaikan. Rasulullah SAW bersabda:
    “Jika tiga orang keluar dalam satu perjalanan, hendaklah mereka mengangkat salah seorang sebagai pemimpin.” (HR. Abu Dawud)
    Hadis ini menunjukkan bahwa Islam sangat menekankan pentingnya kepemimpinan, bahkan dalam lingkup kecil seperti perjalanan. Dalam skala yang lebih besar, memilih pemimpin dalam Pilkada menjadi bagian dari tanggung jawab tersebut.

Tidak Memilih: Perspektif Islam

Ketika tidak ada kandidat yang dianggap sesuai, muncul pertanyaan: apakah golput (tidak memilih) adalah pilihan yang benar menurut Islam? Ada beberapa pandangan terkait hal ini:

  1. Golput sebagai Sikap Protes
    Dalam Islam, memilih adalah bagian dari upaya menjaga kemaslahatan umat. Namun, jika semua kandidat dianggap tidak amanah atau tidak layak, sebagian ulama memperbolehkan golput sebagai bentuk protes. Sikap ini harus diiringi dengan niat yang benar dan alasan syar’i, seperti menghindari memberikan amanah kepada orang yang tidak kompeten.
  2. Dampak Tidak Memilih
    Meskipun golput diperbolehkan dalam kondisi tertentu, umat harus menyadari konsekuensinya. Tidak memilih berarti menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada orang lain, sehingga berpotensi memberikan kesempatan kepada kandidat yang tidak layak untuk terpilih. Ini dapat bertentangan dengan prinsip amar ma’ruf nahi munkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran).

Mencoblos Semua Pilihan: Bagaimana Islam Melihatnya?

Ada juga fenomena mencoblos semua kandidat di surat suara, yang biasanya dilakukan sebagai bentuk protes atau ekspresi ketidakpuasan. Dari sudut pandang Islam, tindakan ini memiliki beberapa implikasi:

  1. Tidak Memiliki Niat yang Jelas
    Dalam Islam, amal tergantung pada niat. Rasulullah SAW bersabda:
    “Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
    Mencoblos semua pilihan tanpa niat yang jelas hanya akan membuat suara menjadi tidak sah dan tidak memberikan dampak pada hasil pemilu.
  2. Mubazir dan Tidak Efektif
    Islam melarang perbuatan sia-sia atau mubazir. Allah berfirman:
    “Sesungguhnya orang-orang yang mubazir adalah saudara-saudara setan.” (QS. Al-Isra: 27)
    Mencoblos semua pilihan tidak memberikan kontribusi nyata dalam proses pemilihan, sehingga bisa dianggap sebagai tindakan yang tidak membawa manfaat.
  3. Lebih Baik Memilih yang Paling Sedikit Mudharatnya
    Jika sulit menemukan kandidat yang ideal, Islam menganjurkan untuk memilih yang paling sedikit membawa mudharat (akhafudh-dhararain). Ini didasarkan pada kaidah fiqh:
    “Apabila dua mudharat tidak bisa dihindari, maka pilihlah yang paling ringan dampaknya.”

Prinsip Dasar Memilih dalam Islam

Islam memberikan pedoman dalam memilih pemimpin yang ideal. Pemimpin yang layak dipilih adalah mereka yang memiliki:

  1. Keimanan dan Ketakwaan: Pemimpin harus menjalankan tugasnya dengan takut kepada Allah SWT.
  2. Keadilan dan Kejujuran: Pemimpin yang adil akan membawa kesejahteraan bagi rakyatnya.
  3. Kemampuan Memimpin: Seorang pemimpin harus kompeten dan mampu menyelesaikan masalah umat.

Jika tidak ada kandidat yang sepenuhnya ideal, umat dianjurkan untuk memilih berdasarkan prioritas maslahat.

Kesimpulan

Berpartisipasi dalam Pilkada 2024 adalah bagian dari tanggung jawab umat dalam menjaga amanah kepemimpinan. Tidak memilih atau mencoblos semua pilihan memang diperbolehkan dalam kondisi tertentu, tetapi langkah ini sebaiknya dihindari jika masih ada kesempatan untuk memilih pemimpin yang lebih baik, meskipun tidak sempurna. Dalam Islam, setiap keputusan kita—termasuk dalam memilih pemimpin—akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.

“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.” (QS. An-Nisa: 58)

Mari gunakan hak pilih dengan niat yang tulus dan pertimbangan yang matang, demi kebaikan umat dan kemaslahatan bersama. (DS)

Add a Comment