“Tong Kosong Nyaring Bunyinya” dalam Kajian Islam: Pemimpin Arogan dan Intimidasi terhadap Masyarakat yang Kritis

Ungkapan “tong kosong nyaring bunyinya” sering digunakan untuk menggambarkan seseorang yang banyak berbicara namun tidak memiliki substansi atau kualitas dalam apa yang disampaikannya. Dalam konteks kepemimpinan, hal ini bisa merujuk pada seorang pemimpin yang arogan, berbicara banyak tanpa memberikan solusi nyata, dan bahkan berusaha mengintimidasi masyarakat yang kritis terhadap kebijakan atau tindakannya. Fenomena ini memiliki relevansi yang kuat dalam kajian Islam, baik dalam perspektif Al-Qur’an maupun Hadis.

1. Arogansi dalam Kepemimpinan

Arogansi adalah sifat buruk yang harus dihindari, baik oleh pemimpin maupun umat. Dalam Islam, kepemimpinan diharapkan dilandasi oleh sikap tawadhu’ (rendah hati), bukan kesombongan. Salah satu ayat yang mengingatkan kita tentang bahaya arogansi adalah dalam Surat Luqman (31:18-19):

“Dan janganlah engkau memalingkan muka dari manusia dengan sombong, dan janganlah engkau berjalan di bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri.” (QS. Luqman: 18-19)

Ayat ini menggambarkan betapa besar dosa kesombongan, terutama dalam kepemimpinan. Seorang pemimpin yang arogan tidak hanya merugikan dirinya sendiri, tetapi juga masyarakat yang dipimpinnya, karena dia tidak mampu mendengarkan kritik atau saran yang membangun.

Tong Kosong Nyaring Buyinya (Foto Ilustrasi)

2. Pemimpin yang Intimidatif terhadap Kritik

Pemimpin yang mengintimidasi masyarakat yang bersuara kritis atau menyampaikan pendapat yang tidak sesuai dengan kebijakan yang diambil, menunjukkan sikap otoriter dan tidak demokratis. Dalam Islam, kebebasan berpendapat dan menyampaikan kritik yang konstruktif sangat dihargai, selama dilakukan dengan cara yang baik dan benar. Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya orang yang paling baik di antara kamu adalah yang paling baik dalam ucapannya.” (HR. Al-Tirmidzi)

Masyarakat berhak menyampaikan kritik selama itu dilandasi oleh niat untuk kebaikan dan perbaikan. Dalam konteks ini, pemimpin yang menanggapi kritik dengan intimidasi atau pengancaman lebih dekat dengan perilaku yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, yang menekankan pentingnya dialog yang sehat dan penuh rasa hormat.

3. Menggunakan Kekuatan untuk Menekan Masyarakat

Pemimpin yang menggunakan kekuasaan untuk menekan atau menakut-nakuti warga yang bersikap kritis adalah contoh nyata dari “tong kosong nyaring bunyi”. Dia mungkin mengeluarkan pernyataan keras, namun tidak memberikan solusi atau perubahan nyata. Hal ini sangat bertentangan dengan konsep kepemimpinan dalam Islam, di mana seorang pemimpin seharusnya memberikan contoh dengan tindakan yang adil dan bijaksana. Sebagaimana dalam sebuah hadis:

“Pemimpin yang adil akan dinaungi oleh Allah pada hari yang tidak ada naungan selain-Nya.”   (HR. Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa pemimpin yang bijaksana dan adil akan mendapatkan keberkahan dan perlindungan dari Allah SWT. Pemimpin yang justru menekan dan mengintimidasi mereka yang mengkritik akan kehilangan kepercayaan rakyat dan bahkan berdampak negatif pada dirinya di hadapan Allah.

4. Kritik dalam Islam: Jalan untuk Perbaikan

Dalam Islam, kritik yang konstruktif adalah sarana untuk memperbaiki keadaan, bukan untuk merusak. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW menyatakan:

“Sesungguhnya siapa yang melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya; jika tidak mampu, maka dengan lisannya; jika tidak mampu, maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)

Kritik yang disampaikan dengan cara yang baik dan penuh hikmah adalah bagian dari peran aktif umat Islam untuk menyebarkan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Pemimpin yang menyudutkan masyarakat hanya karena kritik yang membangun sebenarnya mengabaikan nilai-nilai ini.

Tong kosong nyaring bunyinya” menggambarkan pemimpin yang berbicara banyak, tetapi tidak menunjukkan tindakan nyata yang baik atau bermanfaat. Islam mengajarkan pentingnya pemimpin yang adil, rendah hati, dan siap menerima kritik yang membangun untuk kebaikan bersama. Pemimpin yang arogan dan mengintimidasi kritik dari masyarakat justru akan menjauhkan dirinya dari prinsip-prinsip kepemimpinan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, pemimpin seharusnya mencerminkan sifat-sifat mulia yang ada dalam Al-Qur’an dan Hadis, yakni adil, bijaksana, dan terbuka terhadap masukan yang konstruktif. (DS)

Add a Comment