Hidup Cuma Sekali, Pulang untuk Selamanya


🌿 KAJIAN TAUHID

🕌 Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat
🗓️ Ahad, 09 November 2025
🎙️ Ustadz Abi Makki


🕊️ Pembuka

Bismillahirrahmanirrahim.
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang masih memberi kita kesempatan untuk bernapas, melangkah, dan memperbaiki diri. Hidup ini hanya sekali — dan setelah itu, kita akan pulang. Tapi yang sering kita lupakan: pulangnya bukan ke rumah, melainkan ke akhirat.

“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, niscaya Allah jadikan ia paham dalam agama.”
(HR. Bukhari dan Muslim


💭 Memikirkan Masa Depan yang Sebenarnya

Hal terindah dalam hidup adalah ketika seseorang berpikir tentang masa depannya.
Sayangnya, banyak orang berpikir masa depan hanya sebatas pensiun, pekerjaan, atau tabungan dunia.
Padahal masa depan sejati bukan di dunia — tapi setelah dunia berakhir.

Kita sering lupa, setiap hari sebenarnya kita sedang menuju pulang.
Selesai acara kajian ini, semua jamaah akan pulang — ada yang naik motor, mobil, bus, atau kereta. Tapi, apakah kita pernah berpikir: dengan apa kita akan pulang ke akhirat?

Kita di dunia cuma sementara. Hidup hanya sekali, dan pulangnya selamanya.
Kendaraan kita menuju akhirat bukan kendaraan bermotor, melainkan amalan:
Al-Qur’an, sedekah, dzikir, shalat, dan amal saleh lainnya.


Hidup Itu Singkat dan Tidak Bisa Diulang

Hidup ini sangat cepat.
Tiba-tiba kita sudah berusia 30 tahun, punya anak, punya cucu.
Dulu kita kecil, sekarang sudah dewasa.
Dunia berputar cepat — dan tidak bisa diulang.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, dunia ini bagaikan waktu sore — singkat, hampir habis.
Imam Al-Ghazali pernah bertanya:

“Apa yang paling cepat di bumi?”
“Apa yang paling kuat?”
“Apa yang paling dekat?”

Yang paling cepat adalah waktu,
yang paling kuat adalah nafsu,
dan yang paling dekat adalah kematian.

Kematian bukan sesuatu yang jauh — ia sudah di depan mata.
Sedangkan yang jauh adalah waktu yang telah berlalu, karena tak mungkin kembali.
Maka dunia ini cepat, sekali, dan tidak bisa diulang.


🌎 Mengapa Dunia Tidak Bisa Kembali

Para ulama menjawab: karena dunia adalah tempat ujian.
Allah berfirman bahwa Dia menciptakan hidup dan mati untuk menguji siapa di antara kita yang paling baik amalnya.
Makanya, penting bagi kita belajar iman dan tauhid.

Orang sukses bisa jadi sombong.
Orang susah bisa jadi putus asa.
Tapi orang yang punya iman, di saat senang bersyukur, di saat susah bersabar.
Itulah hadiah terbesar dari Allah: iman yang menguatkan hidup.


😔 Tentang Lelah dan Respon

Dunia ini memang penuh lelah.
Punya pekerjaan capek, tidak punya pekerjaan juga capek.
Ngaji capek, tidak ngaji juga capek.
Belum menikah capek, sudah menikah pun capek.
Tapi perhatikan: Allah tidak melihat capeknya, melainkan respon kita.

Apakah kita bersyukur, sombong, atau biasa saja?
Allah ingin melihat bagaimana respon hati kita terhadap takdir-Nya.


⚠️ Menunda Kebaikan: Tanda Iman Turun

Hidup cuma sekali. Jangan menunda kebaikan.
Menunda adalah tanda iman sedang turun.
Setan selalu membisikkan, “Nanti saja, tunggu azan, tunggu waktu senggang.”
Padahal setiap kali kita menunda, kita sedang kehilangan kesempatan yang mungkin tidak akan kembali.

Dunia bukan hanya cepat, tapi juga tidak bisa di-pause.
Sekali lalai, bisa jadi itu kelalaian terakhir kita.


☠️ Kematian Itu Pasti dan Dekat

Kematian akan datang tanpa bisa kita atur waktunya.
Kita tidak tahu kapan, tapi pasti akan terjadi.
Dan yang paling menakutkan bukanlah kematian itu sendiri —
melainkan ketika Allah melupakan kita.

“Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang melupakan Allah, maka Allah menjadikan mereka lupa akan diri mereka sendiri.”
(QS. Al-Hasyr: 19)

Ketika Allah sudah melupakan seorang hamba, maka hilanglah segala-galanya.
Tapi ketika Allah mengingat kita, kita memiliki segalanya.


🌧️ Tiga Jenis Hati Saat Hujan Ilmu Turun

Ulama menggambarkan hati manusia saat ilmu diturunkan seperti tanah yang terkena hujan:

  1. Tanah subur — menyerap air dan menumbuhkan tanaman. Inilah hati yang hidup dengan iman dan amal.
  2. Tanah keras — air hanya menggenang, tidak menyerap. Inilah hati yang mendengar tapi tak berbekas.
  3. Tanah miring — air langsung mengalir. Inilah hati yang menerima nasihat sebentar, lalu lupa begitu saja.

Majelis ilmu adalah taman surga di dunia.
Jika duduk di majelis tapi hati tetap gelisah, mungkin hati kita belum menyerap rahmatnya.
Maka mari buka hati, resapi nasihat, dan hidupkan dzikir dalam jiwa.


🌼 Nikmat yang Sering Terlupakan

Banyak orang kehilangan nikmat tapi tidak sadar.
Nikmat yang paling besar bukan harta, tapi nikmat beribadah.
Ketika seseorang sudah sulit shalat, sulit ngaji, sulit bangun malam — mungkin nikmat ibadah sedang dicabut darinya.

Maka hati-hati dengan kufur nikmat.
Allah berfirman:

“Jika kamu bersyukur, pasti Aku tambahkan nikmat-Ku. Tapi jika kamu kufur, sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
(QS. Ibrahim: 7)

Bersyukurlah atas iman, atas semangat belajar, atas kesempatan duduk di majelis ilmu.
Itulah tanda Allah masih mengingat kita.


🌺 Penutup

Hidup cuma sekali, dan pulangnya selamanya.
Jangan sampai Allah melupakan kita.
Ingatlah Allah di waktu lapang maupun sempit, karena ketika kita mengingat-Nya, Allah akan mengingat kita.

“Fadzkurūnī adzkurkum.” — Ingatlah kepada-Ku, niscaya Aku akan mengingatmu.
(QS. Al-Baqarah: 152)

Semoga setiap langkah kita menuju rumah Allah menjadi bagian dari jalan pulang yang benar — pulang dengan iman, pulang dengan amal, pulang dengan bahagia. (ds)


Add a Comment