Demo 25 & 28 Agustus 2025 Ganggu Jalur Palmerah – Tanah Abang: Sterilisasi Rel Harus Jadi Prioritas!
|Ulasan Demo 25 & 28 Agustus 2025: Palmerah – Tanah Abang Lumpuh
Dua momentum demo besar pada 25 dan 28 Agustus 2025 menjadi catatan penting bagi transportasi perkotaan, khususnya jalur rel Palmerah – Tanah Abang.
Pada kedua hari tersebut, ribuan massa aksi berkumpul di sekitar area Senayan hingga Jalan Jenderal Sudirman. Ketika aparat mulai melakukan pembersihan demo menjelang sore, sebagian pendemo justru memilih bertahan di atas rel kereta.
Akibatnya, perjalanan KRL Commuter Line rute Serpong–Tanah Abang hingga Rangkasbitung–Tanah Abang terganggu cukup parah. Banyak rangkaian kereta terpaksa melambat, berhenti lebih lama di stasiun, bahkan ada yang ditahan perjalanannya demi menghindari potensi insiden di lintasan.

Dampak yang Terasa Langsung
- Keterlambatan
Penumpang
Ribuan pengguna KRL yang pulang kerja pada jam sibuk sore hari terkena dampaknya. Jadwal perjalanan menjadi kacau, dan sebagian penumpang terlantar menunggu lebih lama di stasiun. - Ancaman
Keselamatan
Rel kereta bukan tempat untuk berorasi atau bertahan. Ketika massa berada di lintasan, risiko kecelakaan meningkat drastis. Kereta yang melintas bisa saja tidak sempat berhenti. - Gangguan
Sistem Transportasi
Sterilisasi jalur rel yang seharusnya mutlak demi keselamatan, justru tak bisa dijalankan karena aksi massa. Hal ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan koordinasi di titik rawan seperti Palmerah – Tanah Abang.
Suara dari Penumpang
Beberapa penumpang KRL yang terjebak dalam keterlambatan demo ini meluapkan kekesalannya.
- Rina
(27 tahun), karyawan swasta asal Serpong:
“Saya sudah capek kerja, mau cepat sampai rumah malah terhambat demo. Di stasiun Palmerah kondisinya semrawut, kereta telat hampir setengah jam.” - Agus
(35 tahun), pekerja lepas dari Rangkasbitung:
“Kami ini cuma mau pulang. Kalau jalur kereta dipakai demo, apa nggak ada tempat lain? Rel harusnya steril, ini bahaya banget.” - Dwi
(45 tahun), ibu rumah tangga penumpang Tanah Abang:
“Saya khawatir kalau ada kereta nyelonong pas orang-orang masih di rel. Bisa makan korban. Ini harus segera ditindak, jangan dibiarkan.”
Suara-suara ini mencerminkan keresahan masyarakat: mereka butuh transportasi yang tepat waktu, aman, dan bebas gangguan.
Transportasi Umum Harus Tetap Beroperasi
Demo boleh saja dilakukan, karena itu hak warga negara. Tetapi transportasi umum tidak boleh lumpuh. Baik kereta KRL maupun bus TransJakarta harus tetap bisa beroperasi, apapun kondisi di jalan raya.
Pemerintah dan DPR seharusnya memikirkan lokasi khusus untuk aksi unjuk rasa, bukan di jalan protokol yang vital bagi pergerakan warga. Demonstran berhak menyampaikan pendapat, tapi penumpang transportasi umum juga berhak mendapat layanan yang lancar.
Selain itu, pihak yang didemo juga punya tanggung jawab moral: jangan hanya diam, tapi harus komunikatif. Jika ada ruang dialog tatap muka antara pendemo dan pihak yang dituju, maka aksi bisa lebih terarah tanpa mengganggu jalur transportasi umum.
Catatan Darustation
Menurut Darustation, ada dua poin penting yang harus segera dikerjakan pemerintah dan aparat:
- Pertama, sterilisasi rel tidak boleh berhenti pada pembangunan pagar atau sekadar himbauan. Harus ada pengamanan ekstra di titik-titik vital seperti Palmerah, yang sering bersinggungan dengan arus demo di Jakarta Pusat.
- Kedua, koordinasi antara aparat keamanan, KAI, Dishub, dan pengelola TransJakarta harus lebih solid. Transportasi publik wajib berjalan meski ada aksi massa, karena menyangkut hajat hidup jutaan orang.
Sterilisasi jalur Palmerah – Tanah Abang seharusnya jadi prioritas nasional, karena di titik inilah pertemuan antara kepadatan transportasi dan dinamika sosial Jakarta sering terjadi.

👉 Peristiwa 25 dan 28 Agustus adalah alarm keras: rel kereta dan jalur transportasi umum bukan tempat aksi massa. Pemerintah perlu menjadikannya pelajaran berharga agar sterilisasi benar-benar berjalan, dan transportasi publik tetap melayani rakyat tanpa gangguan.