Pembiayaan Multijasa dan Multiguna Syariah: Dua Skema Berbeda yang Wajib Dipahami
|Dalam dunia keuangan syariah, kita sering mendengar istilah pembiayaan multijasa dan pembiayaan multiguna. Namun, di balik kemiripan istilah tersebut, ternyata keduanya memiliki perbedaan yang sangat fundamental.
Kesalahan dalam memahami perbedaan ini bukan hanya dilakukan oleh nasabah awam, tetapi juga oleh sebagian praktisi, akademisi, bahkan para ahli fikih muamalah. Padahal, kesalahan dalam memahami akad akan berujung pada pelanggaran prinsip syariah. Dan inilah yang membuat tema ini sangat urgen untuk didalami secara serius.

🎯 Multijasa vs Multiguna: Beda Akad, Beda Tujuan
✅ Pembiayaan Multijasa
Pembiayaan multijasa adalah skema pembiayaan syariah yang objeknya adalah jasa, bukan barang. Misalnya:
- Biaya pendidikan
- Biaya rumah sakit
- Biaya perjalanan wisata atau ibadah
- Biaya pernikahan
- Jasa profesional
Karena objeknya jasa, maka akad yang digunakan bukan jual beli (murabahah), melainkan:
- Ijarah Syakhshiyah (sewa atas jasa personal)
- Kafalah (jaminan), terutama dengan skema wa’ad lil kafalah atau line facility
Sayangnya, banyak lembaga keuangan mencatat akad multijasa ini sebagai qardh (utang) atau justru menerapkannya dengan skema murabahah yang tidak relevan. Ini merupakan kesalahan fatal, karena jasa tidak bisa diperjualbelikan seperti barang.
✅ Pembiayaan Multiguna
Sementara itu, pembiayaan multiguna adalah skema pembiayaan yang dirancang untuk mencakup berbagai kebutuhan konsumtif maupun produktif, khususnya bagi usaha mikro dan kecil.
Multiguna bisa mencakup:
- Modal kerja mikro
- Take over pembiayaan
- Refinancing
- Reimbursement
- Pembiayaan kepemilikan rumah (KPRS)
- Pengalihan hutang dari bank lain
Akad yang tepat untuk pembiayaan multiguna adalah:
- Bay’ ma’al Istikjar (jual beli disertai sewa kembali)
- Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik (IMBT)
- Musyarakah Mutanaqishah (MMq)
⚠️ Kesalahan Umum yang Masih Terjadi
- Menggunakan murabahah untuk jasa. Ini bisa mengarah pada bay’ al inah, yakni transaksi jual beli rekayasa yang dilarang oleh syariah.
- Mencatat pembiayaan jasa sebagai qardh. Padahal dalam skema multijasa, tidak ada unsur pinjaman tunai, yang ada adalah penyediaan jasa dengan imbalan (ujrah).
- Mengabaikan akuntansi kafalah dan ijarah. Banyak lembaga keuangan syariah masih belum membedakan pencatatan kafalah dan ijarah dalam sistem pelaporan keuangan mereka.
- Tidak memahami kapan harus pakai kafalah dan kapan harus pakai ijarah. Padahal masing-masing punya fungsi dan fleksibilitas tersendiri.

📚 Kenapa Ini Penting?
Karena pembiayaan syariah tidak cukup hanya ‘niat syariah’, tapi juga harus didukung akad yang sahih dan praktik yang benar. Ketika akad salah — meski tujuannya baik — hasilnya tetap tidak sesuai syariah.
Dan ironisnya, masih banyak produk keuangan syariah yang menggunakan label syariah tetapi strukturnya bermasalah, hanya karena penyusun produk tidak memahami dengan tepat perbedaan antara multijasa dan multiguna.
🛠️ Rekomendasi Praktis untuk Lembaga Keuangan Syariah
- Gunakan akad ijarah dan kafalah secara murni untuk pembiayaan jasa. Jangan dicampuradukkan dengan murabahah.
- Terapkan line facility (wa’ad lil kafalah) untuk jasa-jasa strategis seperti pendidikan, kesehatan, dan wisata.
- Untuk usaha mikro dan refinancing, gunakan Bay’ ma’al Istikjar, MMq, atau IMBT. Skema ini lebih aman dari sisi syariah dan lebih sesuai untuk kebutuhan mikro.
- Evaluasi ulang produk multiguna Anda. Jangan hanya meniru produk bank konvensional lalu diberi bumbu syariah.
- Tingkatkan kapasitas SDM Anda. DPS, manajer produk, akuntan, dan legal officer harus paham detail fikih muamalah kontemporer agar tidak menyesatkan umat.

✍️ Penutup
Keuangan syariah bukan sekadar label, tetapi sistem yang menjunjung tinggi prinsip keadilan, transparansi, dan kejelasan akad. Karena itu, memahami perbedaan antara multijasa dan multiguna bukan hanya penting, tetapi wajib bagi siapa pun yang ingin terlibat dalam pengembangan produk keuangan syariah.
Saatnya praktik dan teori bertemu. Saatnya pembiayaan syariah benar-benar syar’i, bukan hanya ‘terlihat syariah’. Mari kita dalami, luruskan, dan sempurnakan.
📌 “Yang membedakan halal dan haram bukan niatnya, tapi akad dan pelaksanaannya.”