Info

Mendorong Peningkatan Keterpaduan Moda Antara KRL Commuterline Line dengan BRT Trans Jakarta

Pada hari Senin (20/6/2016) bertempat di Gedung Dinas Perumahan DKI Jakarta, Taman Jati Baru, tempat diadakan acara diskusi tentang transportasi. Ternyata saat kehadiran saya ke lokasi sempat salah masuk gedung karena ada beberapa gedung bertingkat yang baru terbangun, ternyata pada saat Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau lebih gampang di panggil Pak Ahok, terlihat sekali perubahannya. Disini juga lah berkantor Dewan Transportasi Jakarta. Dimana dari mereka lah kita dapat memberikan informasi dan masukkan yang bermanfaat bagi kemajuan transportasi Ibukota DKI Jakarta.

Acara sedikit telat dari waktu yang direncanakan, namun akhir nya terselenggara juga dengan kedatangan para tamu dan narasumber seperti Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta, Andri Yansyah; Direktur Utama PT Transportasi Jakarta, yang diwakili oleh Welfizon Yusa, Direktur Pelayanan, Direktur Utama PT KAI Commputer Jabodetabek, M. Nurul Fadhila serta yang menjadi moderator, Aditya Dwi Laksana, Dewan Transportasi Kota Jakarta. Tentunya pembukaan dan penutupan acara di sampaikan oleh David Tjahjana, selaku pemerhati moda transportasi dari Dewan Transportasi Jakarta.

Dalam sistem transportasi terutama transportasi perkotaan, keterpaduan antarmoda transportasi menjadi suatu kebutuhan dan keharusan. Keterpaduan moda akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi bertransportasi masyarakat. Transportasi publik tidak hanya dituntut untuk aman, nyaman dan terjangkau, namun juga harus terpadu moda, sehingga akan mampu secara efisien untuk mendorong masyarakat berpindah dari penggunaan kendaraan pribadi ke transportasi publik. Kota Jakarta beserta kota mitra disekitarnya tentunya juga memerlukan dukungan sistem transportasi publik yang terpadu moda.

Saat ini, Jakarta telah memiliki dua sarana transportasi massal yang menjadi tukang punggung (back bone) transportasi publik, yaitu KRL Commuterline (KRL) dan Bus Rapid Transit (BRT) Trans Jakarta
Kedua transportasi publik ini tidak hanya menjadi sarana mobilitas penting untuk warga DKI Jakarta namun juga bagi warga kota dan kabupaten di wilayah Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek)/serta juga daerah lainnya.

Namun demikian, keterpaduan moda dari dua jenis transportasi massal ini masih belum dapat dikatakan optimal dan memudahkan pergerakan bagi pengguna kedua moda ini
Beberapa titik-titik Stasiun KRL di Jakarta belum terhubungkan secara baik dengan halte ataupun koridor BRT.

Bila dititik dari permasalahan keterpaduan antara dua moda tersebut pada saat ini, maka dapat dipetakan menjadi 3 kondisi, yaitu
1. Konektivitas antara Stasiun kRL.Ka dan Halte BRT yang lokasinya berdekatan dan telah terhubungkan.
2. Konektivitas antara Stasiun KRL/KA dengan Halte atau Korllidor BRT terdekat dengan menggunakan bus pengumpan.
3. Stasiun KRL/KA yang belum terhubungkan dengan halte.koridor BRT.

Stasiun KRL dan Halte Trans Jakarta yang terletak berdekatan seperti di Gambir, Duku Atas, Jakarta Kota, Tanjung Priok, Jatinegara dan Cawang. Misalnya, masih belum memiliki koridor konektivitas yang memadai. Sementara di beberapa stasiun KRL,emang telah dibuat kan konektivitas menggunakan Bus Pengumpan Trans Jakarta untuk menuju koridor BRT seperti di Stasiun Palmerah, Pesing, Tebet dan Manggarai, namun masih perlu banyak perbaikan baik sarana prasarana maupun pengaturannya
Sedangkan Stasiun KRL, ataupun KA Lokal dan jarak jauh lainnya bahkan belum terhubungkan sama sekali dengan koridor BRT, seperti Stasiun Kalibata, Tanah Abang, Pasar Senen, Duri, Kebayoran dan lainnya.

Keterpaduan moda yang diperlukan sesungguhnya tidak hanya dalam lingkup keterpaduan secara fisik, seperti Selasar penghubung dan bis pengumpan, namun juga keterpaduan dalam hak penggunaan bersama tiket elektronik, keterpaduan penyediaan informasi, keterpaduan pengenaan tarif, agar masyarakat dapat makin memperoleh transportasi publik yang terjangkau dan ekonomis. Keterpaduan moda yang baik antara dua jenis transportasi publik ini akan dapat mengurangi penggunaan kendaraan roda dua sebagai angkutan umum (ojeg) untuk angkutan umum pengumpan.

Keterpaduan moda ini juga tidak hanya menjadi kewajiban operator Kedua jenis transportasi massal ini, namun juga berbagai pihak lainnya seperti Dinas Perhubungan dan Transportasi, Dinas Bina Marga dan Kepolisian. Penyediaan prasarana koridor konektivitas, tempat penyeberangan sebidang ataupun jembatan dan terowongan penyeberangan orang, pengaturan atau penyedia perparkiran serta rekayasa lalu lintas menjadi ranah dari Dinas Perhubungan dan Transportasi, sementara penyediaan sarana pedestarian yang memadai menjadi tanggung jawab Dinas Bina Marga,sedangkan pihak kepolisian perlu terlibat jika diperlukan rekayasa lalu lintas dan penegakkan hukum.

Dewan Transportasi Kota Provinsi DKI Jakarta (DTKJ) sebagai lembaga independen yang memiliki tugas untuk menampung aspirasi masyarakat dan memberi bahan pertimbangan kepada Gubernur DKI Jakarta dalam menetapkan kebijakan di bidang transportasi, mempunyai tanggung jawab untuk turut melakukan telaah dan memberikan rekomendasi kepada Gubernur DKI Jakarta terkait dengan upaya untuk meningkatkan keterpaduan moda antara KRL Commuterline Jabodetabek dengan Bus Rapid Transit Trans Jakarta tersebut. Sebagai bagian dari upaya telah ini DTKJ perlu untuk menyerap aspirasi dan masukan dari para pemangku kepentingan di Kota Jakarta yang terkait dengan keterpaduan moda tersebut.

Sehubungan dengan upaya menyerap aspirasi dan masukan publik ini, DTKJ menyelenggarakan kegiatan Dialog Publik dengan topik “Mendorong Peningkatan Keterpaduan Moda antara KRL Commuterline dengan BRT Trans Jakarta”.Dialog Publik ini akan dilaksanakan pada hari Senini, tanggal 20 Juni 2016, pukul 08.30 – 13.00 WIB bertempat di Aula Dinas Perumahan dan Gedung Pemda Provinsi DKI Jakarta, Lt 9 Jl. Taman Jatibaru No. 1 Jakarta Pusat.

Tujuan.
Dialog Publik ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut :
1. Memperoleh penjelasan dari operator kedua moda transportasi massal tersebut serta pihak regulator terkait (Dishubtrans, Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek) mengenai rencana atau program integrasi atau pemaduan moda serta kendala yang di hadapi.
2. Menyerap aspirasi dan masukan para pemangku kepentingan termasuk publik mengenai perbaikan dan pengembangan integrasi antara moda KRL dan BRT
3. Merumuskan hasil Dialog Publik sebagai bahan telaah dan pemberian rekomendasi DTKJ kepada Gubernur DKI Jakarta terkait dengan integrasi KRL dan BRT.

Dialog Publik ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mengemuka dari integrasi antara KRL dan BRT, diantaranya :
1. Seberapa jauh upaya koordinasi dan Sinergi yang telah dilakukan oleh kedua operator KRL dan BRT untuk meningkatkan integrasi antar dua moda tersebut ?
2. Bagaimanakah upaya untuk meningkatkan integrasi antarmoda yang baik antara KRL/KA dengan BRT pada lokasi stasiun dan halte yang berdekatan?
3. Bagaimanakah upaya untuk mewujudkan sistem bus penghubung/pengumpan yang efektif antara Stasiun KRL/KA dengan koridor BRT ?
4. Bagaimanakah rencana integrasi yang akan dilakukan untuk Stasiun KRL/KA yang hingga saat ini belum terhubung kan dengan Koridor BRT?
5. Bagaimanakah peran dan upaya dari Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Penghitungan dan Transportasi dan Dinas Bina Marga untuk penyediaan infrastruktur terkait serta manajemen lalu lintas untuk mendukung keterpaduan moda.

Meskipun pada akhir acara ini, tidak ada satupun kesepakatan yang berarti dari berbagai pihak, namun sedikit banyak menjadi ajang silaturahmi dan diskusi minimal, sedikit terbuka apa yang menjadi konsen masing-masing, pengambil kebijakan moda transportasi yang di minati oleh masyarakat. Meskipun begitu, saya dapat menarik manfaat positf, bahwa ini adalah awal keterbukaan dan perlu mendapatkan dukungan dari semua pihak, karena perubahan itu harus segera dilakukan untuk menciptakan tata kelola transportasi yang kedepan sudah harus terintegrasi dengan baik.

Tentang Penulis

berkembang dengan terencana

Tinggalkan Balasan